TULANG BAWANG, medinaslampungnews.co.id — PRONA adalah singkatan dari Proyek Operasi Nasional Agraria. PRONA diatur dalam Kepmendagri No. 189 Tahun 1981 tentang Proyek Operasi Nasional Agraria. Tujuan utama dari PRONA adalah memproses pensertipikatan tanah secara masal sebagai perwujudan dari pada program Catur Tertib di bidang Pertanahan yang pelaksanaannya dilakukan secara terpadu dan ditujukan bagi segenap lapisan masyarakat terutama bagi golongan ekonomi lemah, serta menyelesaikan secara tuntas terhadap sengketa-sengketa tanah yang bersifat strategis .
PRONA dibentuk dalam lingkungan Direktorat Jenderal Agraria Departemen Dalam Negeri.Kemudian, mengenai biaya yang dikenakan untuk sertipikat tanah PRONA, hal itu diatur dalam Keputusan Meneg Agraria/Kepala Badan pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1995 tentang Perubahan Besarnya Pungutan Biaya Dalam Rangka Pemberian Sertipikat Hak Tanah yang Berasal Dari Pemberian Hak Atas Tanah Negara, Penegasan Hak Tanah Adat dan Konversi Bekas Hak Tanah Adat, yang Menjadi Obyek Proyek Operasi Nasional Agraria(“Kepmeneg Agraria 4/1995”).
Tapi ironisnya, ketentuan diatas terkesan tidak berlaku dan tidak membuat gentar para pelaku yang memanfaatkan salah satu program pemerintah untuk dijadikan ajang Pungli demi mencari keuntungan baik secara pribadi maupun bersama-sama. Seperti contoh program sertifikat Prona tahun anggaran 2016-2017 di Kampung Gedung Meneng Baru Kecamatan Gedung Meneng Kabupaten Tulang Bawang. Program pembuatan sertifikat prona, disinyalir terjadi pungutan liar (Pungli) oleh pihak oknum Kepala Kampung dan Tim Panitia Pembuatan Sertifikat Prona.
Hal ini tentunya dikeluhkan sejumlah masyarakat, mereka mengeluh atas tingginya biaya pembuatan buku sertifikat prona yang diadakan Pemerintah Kampung gedung meneng baru. sebab setiap calon pembuat sertifikat prona dikenakan biaya administrasi sebesar Rp.2.000.000 dan ditambahkan sebesar Rp.500.000,- diberikan saat proses pemberkasan dan kalau tidak ada seperodik sebesar Rp.1.000.000 ditambah lagi biaya untuk administrasi Tokoh-tokoh Adat unutk meminta tanda tangan keterangan pembuat surat dasar sebesar Rp 500.000,-. jadi totalnya mencapai Rp.4.000.000.
Menurut salah seorang warga setempat, pihaknya merasa keberatan atas keputusan rapat seluruh warga ketika saat pembahasan rencana dana yang akan diperuntukan ke panitia pembuatan sertifikat beberapa waktu lalu, warga hanya di kumpulkan saja, dan mendengar pembahasan administrasi nya saja, di perjelaskan seperti yang di atas, warga yang sangat kecewa dengan sikap ini, ini bukan rapat dan tetapi ini hanya mendengar memberitahu administrasi saja, bagi yang mau buat, pasalnya program prona sertifikat tanah itu gratis dari pemerintah pusat.
“Kan sudah jelas merujuk berdasarkan peraturan yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 128 Tahun 2015 tentang Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP),” terangnya.
Maka dari itu, mewakili warga yang lain, dirinya meminta agar pihak aparat penegak hukum, mengusut dugaan pungli pembuatan sertifikat di kampung gedung meneng baru, sebab aksi pungli ini ditutupi dengan modus pembuatan sertifikat yang telah melalui rapat musyawarah.
“Memang benar sudah dalam rapat musyawarah, tapi dalam rapat tersebut warga tetap merasa keberatan dengan penarikan dengan jumlah yang begitu besar itu, “keluhnya.
Namun sudah berapa kali Kabiro Medinas Lampung ingin bertemu dengan Kakam Sukardi kaderi, namun beliau tidak ada di rumah, begitu juga dengan Sekdes Irwan tidak berada di kediaman nya, namun Kabiro Medinas Lampung menghubungi Kekam dan Sekdes lewat via telepon berulang-ulang kali juga di angkat, lalu menghubungi salah satu RT yang bernama Edi, diapun enggan menjawab pertanyaan tantang pungli sertifikat prona, silahkan hubungi saja Kekam nya dan Sekdes nya pak, karena kami hanya di suruh mendata warga yang ingin membuat sertifikat prona, begitu pun juga dengan pak RT Jayus enggan untuk memberikan keterangan, namun untuk meminta keterangan administrasi nya tanya sama Pak Kekam dan Sekdes, pungkas Pak RT,. (Brama)