BANDARLAMPUNG, (MDSnews)-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI diminta untuk turun tangan mengusut lima proyek pembangunan dan rehab gedung DPRD di Lampung dengan total anggaran yang dihabiskan mencapai Rp13, 274 miliar. Proyek itu terus menjadi sorotan public. Selain dengan kualitas buruk, diduga proyek proyek itu menjadi lahan “bancaan” para pejabat eksekutif dan legislative, dan kontraktor.
“Banyak proyek proyek insfastruktur, termasuk bangunan Gedung baru dan rehad gedung wakil rakyat yang bermasalah, dan terindikasi jadi lahan korupsi. Penegak hukum di Lampung terkesan taka da reaksi, KPK harus turun menangani kasus ini, apalagi nilainya sudah lebih dari 10an miliar,” kata Direktur Lembaga Anti Korupsi Lampung (Lantak),Erwin Syahrier, Senin 92/7).
Menurut Erwin, pihaknya juga sedang melakukan investigasi, dan mengumpulkan bukti bukti untuk dikirim ke KPK. “Etisnya juga sudah melanggar. Ada kabar oknum anggota dewan yang menjadi rekanan, dan menggunakan orang lain atas nama pekerja,” katanya.
Hal senada dikatakan Tim Kerja Institute On Studi Coruption Apriza, yang meminta aparat penegak hukum segera turun menyusuri dugaan korupsi proyek tersebut. “Ada proyek pembnagunan gedung baru di Pesisir Barat, dan Gedung DPRD di Kota Baru. Juga proyek rehab gedung DPRD Lampung yang rutin setiap tahun bernilai miliaran, yang dilaksanakan oleh oknum anggota dewan itu sendiri. Ini harus diusut, kita sudah data anggota dewan yang juga menjadi rekanan,” kata Apriza.
Reza sepakat, bahakn KPK harus turun ke Lampung menangani dugaan korupsi mega proyek yang ada di Lampung. “Kita mendesak KPK untuk mengusut tuntas dugaan korupsi dibalik proyek infrastruktur di Lampung,” katanya.
Menurutnya, KPK juga harus bergerak cepat. “OTT penting dan harus didukung tapi mengusut proyek infrastruktur yang terus menjadi lahan korupsi juga penting. Apalagi jika dalam proyek tersebut diduga terindikasi korupsi. Supaya ada kejelasan dalam proyek infrastruktur apakah ada indikasi korupsi atau tidak maka perlu diaudit. Tapi setidaknya dengan kejadian dan umur bangunan menimbulkan persepsi publik ada dugaan korupsi,” paparnya.
Sementara Pejabat Berwenang Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Lampung, enggan memberikan keterangan terkait dugan proyek bermasalah tersebut. “Langsung saja tanya kerekanannya, orang dewan sendiri, di komisi 4 selidiki aja,” jawab Heru Wahyudi.
Diberitakan sebelumnya, Pejabat internal kantor DPRD Lampung keluhkan pekerjaan buruk rekanan terkait proyek rehabilitasi yang menelan biaya miliaran rupiah tersebut. Menurutnya, rekanan sempat mendesak agar pejabat dalam dewan menandatangani PHO. Namun tidak dilayani dikarenakan pekerjaan belum beres dan amburadul.
“Sepertinya, ada dugaan orang penting dibalik pekerjaan rehab gedung DPRD Provinsi Lampung ini,” jelas sumber dilingkungan kantor DPRD provinsi Lampung yang enggan disebutkan namanya kepada awak media.
Terpisah, Koordinator Investigasi Center for Budget Analysis (CBA),Jajang Nurjaman, menyikapi Getolnya Daerah Lampung dalam menjalankan proyek pembangunan gedung DPRD, baik di tingkat Provinsi maupun kota atau kabupaten.
Bahkan saking rajinnya proyek DPRD seperti program tahunan yang wajib ada, baik itu dalam bentuk pembangunan atau sekedar rehabilitasi. “Dalam dua tahun terakhir 2016 sampai 2017 misalnya, Center for Budget Analysis (CBA) mencatat terdapat lima proyek terkait gedung DPRD. Proyek yang terdiri dari perencanaan, pengawasan, sampai rehabilitasi ini, tiga diantaranya berada di bawah tanggung jawab Pemerintah daerah (Pemda) Provinsi Lampung, serta dua proyek di bawah tanggung jawab Pemda Kabupaten Pesisir Barat,” kata dia.
Dirinya merincikan, proyek perencanaan DED Kantor DPRD, yang berada di bawah tanggung jawab Dinas PU Penataan Ruang Pemda Kabupaten Pesisir Barat. Dijalankan oleh CV. Nusa Indah Tehnik. Anggaran yang dihabiskan sebesar Rp 296,9 juta lebih, proyek ini masuk tahun anggaran 2016.
“Pengawasan Pembangunan Gedung Kantor DPRD, yang berada di bawah tanggung jawab Dinas PUPR Pemda Kabupaten Pesisir Barat. Dijalankan oleh CV. Tiara Indah Konsultan dengan anggaran sebesar Rp 592,8 juta, proyek ini masuk tahun anggaran 2017,” jelasnya.
Bahkan menurutnya, pembangunan Kantor DPRD Kota Baru, berada di bawah tanggung jawab Dinas Pengairan dan Pemukiman Provinsi Lampung, proyek yang masuk tahun anggaran 2016 ini menghabiskan anggaran sebesar Rp 8,9 miliar lebih, dijalankan oleh PT. Swarna Dwipa Tunggal.
Rehabilitasi Gedung DPRD Lampung, berada di bawah tanggung jawab Dinas Pengairan dan Pemukiman Provinsi Lampung. Masuk tahun anggaran 2016 dengan anggaran yang dihabiskan sebesar Rp 2,3 miliar lebih, dijalankan oleh CV. Jaya Abadi.
“Terakhir, Proyek Rehabilitasi Gedung DPRD Provinsi Lampung, berada di bawah tanggung jawab Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Lampung. Proyek yang masuk tahun anggaran 2017 ini dijalankan oleh CV. Utama Karya, anggaran yang dihabiskan sebesar Rp 993.557.000,” kata dia, Jumat (12)6/2018).
Untuk kelima proyek di atas, total anggaran yang dihabiskan mencapai Rp13.274.843.000, berarti dari anggaran yang diperkirakan sebelumnya sebesar Rp 13.299.470.000 hanya menyisakan senilai Rp 24,6 juta saja.
Terkait 5 proyek di atas yang dijalankan pihak Pemda Provinsi Lampung serta pemda Kabupaten Pesisir Barat. Kami melihat beberapa kejanggalan, misalnya dari harga yang disepakati oleh pihak satuan kerja dengan pemenang proyek terbilang mahal.
“Misalnya dalam proyek Rehabilitasi Gedung DPRD Lampung tang dimenangkan oleh CV. Jaya Abadi yang menawarkan nilai proyek cukup mahal sebesar Rp 2,3 miliar. Padahal ada penawar terendah dari PT.Permata Elang Sakti sekitar Rp 2,2 miliar, namun tetap digugurkan oleh Pemda Provinsi Lampung,” ungkapnya.
Selain ada kejanggalan dalam nilai proyek, dalam pelaksanaannya diketahui ternyata bermasalah. Di mana proyek gedung DPRD Provinsi lampung belum juga rampung diselesaikan oleh pemenang tender, hal ini sangat janggal padahal nilai kontrak yang disepakati menurut kami jauh dari kata cukup bahkan mahal.
“Oleh sebab itu, kami mendorong penegak hukum khususnya Kejaksaan tinggi provinsi Lampung bertindak. Jangan sampai proyek pembangunan gedung DPRD di Lampung yang bernilai Rp 13,2 miliar lebih ini disalahgunakan,” pungkasnya.
Tidak Transparan
Mantan Ketua Komisi Informasi Provinsi Lampung, Juniardi SIP MH, menilai proyek amburadul di gedung DPRD Lampung tidak akan terjadi, apabila dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah apalagi gedung wakil rakyat itu tidak mengabaikan peraturan yang berlaku.
Jika terbukti melakukan pelanggaran terhadap proses tender, pekerjaan, atau anggarannya, maka sanksi berat sudah menanti. “Ada sangsi Mulai dari sanksi adiministrasi hingga denda. Bukankah juga bisa melakukan pembatalan atau melakukan proses ulang, dan di proses hukum,” kata Juniardi, saat diminta tanggapan soal dugaan amburadulnya proyek rehab gedung DPRD Lampung, Minggu (10/6/2018).
Juniardi juga mengingatkan agar Sekretariat DPRD Provinsi Lampung bersikap terbuka terhadap pelaksanaan tender tender proyek pembangunan atau rehab rehab kantor gedung wakil rakyat itu. “Meski rehab bangunan itu adalah proyek pemerintah, namun tidak bisa dibiarkan jika terjadi pelanggaran aturan, termasuk penentuan rekayasa pemenang,” katanya.
Keterbukaan, kata alumni magister hukum Unila ini, adalah sangat penting karena melalui keterbukaan bisa dihindari adanya tangan kekuasaan yang ikut bermain dalam proses tender tersebut.
“Transparansi penting dan itu yang perlu ditindaklanjuti. Kalau tidak sesuai dengan aturan dan tidak ada transparansi, sebaiknya batalkan saja sejak proses, laporkan penegak hukum,” bebernya.
Juniardi juga mendorong sistem yang transparan dan akuntabilitas dalam pembahasan atau implementasi proyek-proyek pemerintah di Lampung baik Provinsi dan Kabupaten Kota. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kebocoran anggaran negara.
“Kuncinya hanya satu, bangun sistem transparansi dan akuntabilitas dalam pembahasan anggaran negara sehingga lebih terbuka dan bisa dikontrol publik,” ujar Juniardi di Bandarlampung.
Juniardi menilai sejumlah korupsi terjadi karena sistem pembahasan anggaran negara dan proyek-proyek pemerintah dengan DPR dilakukan di ruang tertutup.
“Dalam ruang tertutup ini, terjadi tawar-menawar dan suap-menyuap. Karena itu, perlu transparansi dalam proses pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan implementasi proyek negara sehingga dapat diinformasikan ke publik, dan publik dapat mengontrolnya,” jelas dia.
Dirinya mengakui bahwa dari segi regulasi, sistem transparansi ini sudah ada. Namun, yang dibutuhkan adalah tataran implementasinya,“Hal ini menjadi tanggung jawab kementerian dan lembaga untuk menjalankan. Karena jelas dalam Nawa Cita kedua Presiden itu yakni mendorong terwujudnya tata kelola pemerintahan yang bersih dan transparan. Pimpinan kementerian hingga pemetintah daerah dan lembaga harus bisa menerjemahkan hal ini,” katanya.(MDSnews/SL/nt/*).