Bandar Lampung (MDSnews) – Setelah pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung mendatangi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Rajabasa sebanyak tiga kali. Rencananya dalam waktu dekat Kejati Lampung akan mengundang pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Lampung dan pihak keluarga Sugiarto Wiharjo alias Alay terkait aset kepemilikan Pantai Queen Artha yang sebelumnya bernama “Tripanca”.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Lampung, Andi Suharlis menjelaskan pihaknya sudah mengirimkan surat bantuan pemanggilan saksi. “Sejak Alay dilakukan penahanan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Rajabasa, pihak dari Kejati Lampung telah melakukan koordinasi untuk mengetahui keberadaan aset Alay,” kata Andi, Minggu (24/2).
Andi mengaku dirinya belum mengetahui pasti apakah pantai yang mencatut nama tripanca tersebut telah dijual atau hanya pengalihan nama. Oleh karena itu, pihaknya akan mengundang BPN maupun pihak keluarga untuk mengklarifikasi hal tersebut. “Dulu memang namanya Pantai Tripanca, tapi informasinya sudah dijual,” tuturnya.
Bahkan pihak Kejati Lampung sendiri telah melakukan negosiasi terhadap Alay agar bisa kooperatif dalam mengembalikan aset yang dibeli menggunakan uang negara sehingga mempermudah pemulihan kerugian negara senilai Rp 106 milar.
Kami sedang melakukan pelacakan sumber aset Alay termasuk proses nego dengan tujuan agar yang bekerja seperti Kejari Bandar Lampung, Aset Pemulihan Kejaksaan RI, dan KPK dapat berjalan lancar. Sejauh ini pihak terkait telah mendapatkan beberapa informasi yang diperoleh dan beberapa aset yang diperoleh dari putusan perkara Alay sendiri.
“Kita juga mendapatkan informasi dari masyarakat yang kita kumpulkan dan itu sudah kita petakan semua. Sementara untuk jenis dan lokasi nanti kita publisnya dalam situasi yang sudah tidak sengketa ataupun dikuasai orang lain,” kata dia. Salah satu aset Alay yang telah ditemukan diantaranya tanah di Lampung Timur dengan luas 40 hektare dengan nama Sugiarto Wiharjo. Aset tersebut kini telah ditangani oleh Kejari Lampung Timur.
“Aset tanah seluas 40 hektare itu sudah dihitung dan nilainya cuma Rp 2,5 miliar. Dari negosiasi itu, Alay bersedia mengembalikan asetnya tersebut. Alay mau kooperatif, tinggal masalahnya bagaimana asetnya itu diserahkannya atau kita yang mencari. Tinggal tehnis saja, yang jelas Alay mau kooperatif,” kata dia. ()