Abdul Rohman Kakon Bijak Dalam Pembagian Rastra

DAERAH LAMPUNG Pringsewu TERBARU
Pringsewu ( MDSnews)–Abdul Rohman kepala Pekon Sumber Bandung 
Kecamatan Pagelaran Utara, Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung,
Patut di contoh pelayanannya dalam mengambil kebijakannya dalam bidang melayani warga masyarakatnya pasalnya ada salah satu warga, yang mendatangi kantor pekon bahkan menolak mentah – mentah pembagian bantuan sosial beras sejahtera (Bansos Rastra) yang dibagikan aparatur pekon, lantaran jatah penerimaan beras Rastra dikurangi tanpa berkordinasi terlebih dahulu jelas warganya.
Salah Satu Warga penerima Rastra tersebut mengatakan, “penerima beras rastra, aturan sudah jelas  harus dibagikan pada orang tidak mampu yang terdata dengan jumlah pembagian yang sudah ditentukan pemerintah. Sementara yang saya ketahui, pembagian beras tersebut setahu saya belum ada perubahan tetapi, kenapa sekarang jatah pembagian yang semula satu sak kok sekarang hanya dibagi 5kg/KK. Jelas ini patut dipertanyakan mengingat, masih banyak warga yang hidup dibawah garis kemiskinan seperti saya,  kenapa kok malah di kurangi pembagian beras bantuan gratis dari pemerintah tersebut.”kata dia.
Kepala Pekon Sumber Bandung Abdul Rohman kerja dimintai keterangan dikantornya selasa, (05/03/19) pkl 08:00.pagi terkait warga tersebut mengatakan, “untuk pembagian Rastra sudah sesuai bahkan tidak ada persoalan, sudah kelar, ini cuma miskomunikasi kesalah fahaman ini pun sudah diluruskan, terkait pembagian beras sudah kami bagikan sesuai aturan.
Mengenai salah satu warga yang kemarin sempat menolak, sebenarnya nama warga tersebut tidak terdaftar sebagai penerima Beras Rastra. Mengenai beras rastra yang kami bagian kepada warga tersebut, itu hanya kebijakan selaku kepala pekon, mengingat warga tersebut bisa di katakan kurang mampu atau miskin dan tidak terdaftar sebagai penerima beras rastra, sehingga timbul pemikiran sosial aparatur pekon untuk membantu meringankan bebannya.”ucap Abdul Rohman.
Lanjut Rohman, program rastra sebetulnya bagus jika acuannya data penerima dari pemerintah pekon. Namun ketika data penerima itu tidak sesuai dengan kondisi di lapangan, yang terkena getahnya adalah kepala pekon.“Kalau programnya sih saya kira bagus. Karena menyentuh langsung masyarakat. Tapi kendalanya ada di data penerima yang dikeluarkan BPS (Badan Pusat Statistik). Saya juga tidak tahu acuan yang dipakai BPS, sehingga datanya berbeda dengan yang dimiliki pemdes. Ini yang akhirnya menimbulkan masalah bagi hampir semua kepala pekon,” papar Rohman. Seperti rastra, kata Rohman, penerimanya banyak yang tidak sesuai dengan kondisi dimasyarakatnya. Ada nama yang tercantum dalam data itu sebagai penerima, tapi kehidupan sehari-hari sudah sejahtera.

Kemudian ada warga yang benar-benar miskin, namun namanya tidak tercantum. Hal itu membuat konflik di tengah masyarakat. “Kepala pekon biasanya yang dituding macam-macam oleh masyarakatnya. Ada yang menyebut permainan kakon lah, usulan kakon, dan tudingan lainnya. Padahal kami sama sekali tidak tahu soal data penerima rastra yang dikeluarkan BPS,” sebut Abdul Rohman. Karena itu, Abdul Rohman menyarankan jika program ini memang diteruskan, sebaiknya BPS dan pemdes duduk bersama untuk menyinkronkan data penerima atau warga yang masuk kategori miskin. Tapi kalau masih mengacu kepada data yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya di pekon, dia meminta program rastra untuk dihentikan saja. “Ketimbang kami-kami (kepala Pekon, red) ini menjadi korban tudingan masyarakat karena dianggap macam-macam, ya lebih baik dihentikan programnya. Toh tanpa ada rastra juga masyarakat sanggup beli beras,” tukasnya. Sebagai bukti jika tanpa rastra masyarakat tidak resah, sambung dia, yakni ketika selama tiga bulan kemarin pemerintah tidak mendistribusikan rastra. Tidak ada satu pun warga di pekonnya yang menanyakan beras sejahtera.Tapi ketika mendapat jatah rastra, masyarakat kemudian menjadi resah karena ada yang tidak kebagian. Padahal warga itu termasuk warga miskin dan berhak menerima rastra. Sudah begitu, jatah untuk desanya juga berkurang.“Saat dari Januari sampai Maret tidak ada pembagian rastra, masyarakat tenang-tenang saja, dan tidak ada yang menanyakannya. Itu berarti masyarakat tidak tergantung ke rastra,” sebut dia. 

Reporter. Davit Segara

Editor . Bulloh.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *