BANDARLAMPUNG (MDSnews) – Terdakwa Bupati Lampung Selatan nonaktif, Zainudin Hasan melalui tim Penasehat Hukum (PH), Jamhur menyatakan bahwa terdakwa Zainudin Hasan tidak terbukti secara sah dalam dakwaan dua, tiga dan empat. Terkait kasus terima suap fee proyek infrastruktur Dinas PUPR Lamsel. Hal tersebut terungkap dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang, Senin (15/4/2019).
Jamhur menjelaskan, bahwa kliennya telah mengakui menerima aliran uang. Menurutnya, jika kliennya harus dijatuhi hukuman, maka yang bisa teruji adalah dakwaan pertama dan kami melihat secara materi telaah terungkap bahwa perbuatan Zainudin Hasan tidak terbukti pada dakwaan dua tiga dan empat. “Terdakwa tidak terbukti bersalah, maka kami mohon untuk pertimbangannya majelis Hakim agar terdakwa diberi hukuman seringan-ringannya,” kata dia.
Adapun point yang menjadi pertimbangan bahwa Zainudin Hasan tidak bersalah yakni, bahwa praktek ploting proyek di Lampung Selatan merupakan praktek yang sudah dilakukan oleh Bupati sebelumnya. “Terdakwa tidak pernah menentukan fee proyek sebagaimana yang telah dikemukanan Agus BN dalam persidangan.
Selain itu, klien kami tidak pernah meminta Syahroni maupun Agus BN untuk mengumpulkan uang fee proyek. Kemudian, bahwasanya yang melakukan praktek ploting proyek Dinas PUPR Lampung Selatan adalah Kepala Dinas PUPR. “Terdakwa tidak mengetahui dan tidak pernah memerintahkan Hermansyah Hamidi untuk membentuk tim pengatur lelang yang dikoordinasi oleh Syahroni,” kata Jamhur.
Ia menambahkan jika kliennya tidak pernah melakukan intervensi proses lelang hingga ditentukan pemenang lelang. Oleh sebab itu, terhadap penerimaan tentang ploating proyek senilai Rp 26 miliar hanyalah berdasarkan perkalian fee sebesar 13 persen dari nilai proyek Rp 109 miliar, hal ini tidak bisa menujukkan hal pasti atas penerimaan yang diterima oleh Zainudin Hasan.
Penerimaan dari Ahmad Bastian melalui Agus BN sebesar Rp 9 miliar adalah tidak benar, dan Ahmad Bastian tidak pernah diminta. Lalu, penerimaan fee 2017 sebesar Rp 920 juta atas proyek Rp 3 miliar dengan komitmen 20 persen tidak bisa dikalkulasikan uang yang diterima.
Jamhur juga menegaskan penerimaan 2017 dari Rusman Efendi Rp 5 miliar sebagai presentasi 17 persen sebagaimana disebutkan Agus BN itu bukan permintaan terdakwa.
“Kemudian penerimaan dari Gilang Ramadan, Iskandar, Wahyu, Rusman, Ardi, itu tidak diterima langsung tapi dari Agus BN dan Anjar Asmara, sehingga jumlah penerimaan tidak bisa dibuktikan,” katanya. Ia menyampaikan jika tim kuasa hukum sedih atas tuntutan 15 tahun penjara. “Kami berharap fakta hukum yang disajikan bisa memberi putusan yang seadil-adilnya,” tegas Jamhur.
Terpisah, menanggapi pledoi tim kuasa hukum dan Zainudin, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Subari Kurniawan langsung membacakan replik.
“Kami tanggapi dengan langsung membuat replik dan disampaikan hari ini,” kata Subari.
Adapun replik tanggapan ini kami sampaikan yang pada pokoknya bahwa kami tetap pada tuntutan. Namun Subari menyampaikan ada beberapa revisi terkait barang bukti yang sebatas mengenai amar barang bukti, dan seperti yang terlampir,” kata Subari.
Diketahui, Zainudin Hasan dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Wawan Yunarwanto selama 15 tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta subsider lima bulan kurungan penjara.
Selain itu terdakwa juga diwajibkan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp66.772.092.145, 00 subsider selama dua tahun penjara. “Kami menambah hukuman terhadap terdakwa dengan hukuman pencabutan hak pilih selama lima tahun setelah selesai menjalani pidana pokoknya,” kata JPU.
Terdakwa dinyatakan bersalah melanggar Pasal Tindak Puidana Korupsi (TPK) dan satu pasal Tindak Pidana Pencucian Uang ( TPPU). Pasal TPK yakni pasal 12 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaima telah dirubah Uu No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang TPK junto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP junto pasal 65 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan petaman. (Tika)