BANDARLAMPUNG (MDSnews) – Dalam rangka menyemarakkan Hari Tari dunia tahun ini, dua karya koreografer muda Lampung akan membuka even program LAPAH Environment Dance Mini Festival. Pentas Dua Gerak Alam di Grahasema Dua karya koreografi, akan digelar di 7Grahasema Ministage Studio, Bandar Lampung, Minggu (28/04) malam ini.
Kedua karya tersebut, “Garak JoGarik” karya Arief Rahman dari Komunitas Kurenah Dance Theater dan “Sekuel Tubuh Tradisi” karya Dian Anggraini dari Dian Arza Dance Company.
Menurut ketua panitia penyenggara Wahida Shella Nuraini, dua koreo ini ditampilkan sebagai launching program LAPAH Environment Dance Mini Festival (LED Mini Festival), yang merupakan platform tari bertajuk ekologi berbasis lanscape seni tradisi.
“Garak JoGarik” adalah gerak silek atau seni silat tradisi melayu yang identik Minangkabau ini sebagai pemaknaan dari beragam konektivitas tanda di bentangalam. “Garak” artinya insting, kemampuan membaca sesuatu akan terjadi, seorang pesilat bisa merasakan jika ada sesuatu yang akan membahayakan dirinya. “Garik” adalah gerakan yang dihasilkan oleh pesilat itu sebagai antisipasi serangan datang. Dua penari tampil dalam “Garak JoGarik”ini Lora Gustia Ningsi dan Arief Rahman.
Karya kedua, “Sekuel Tubuh Tradisi” merupakan gerak yang lahir dari membaca dan memaknai tubuh alam sebagai skenografi yang berkesinambungan dan setara, dimana tubuh adalah gerak linear dari kehidupan sehari-hari masyarakat tradisi. Menjadi proses kerja yang memproduksi “gerakan” dalam tafsir nilai-nilai kebenaran dan simbol yang terbebas dari pemusatan makna.
Karya ini hasil riset perempuan penderas repong damar, di Pesisir Barat Krui. “Merupakan kelanjutan dari karya saya sebelumnya Nyukut yang dipentaskan secara outdoor di kebun damar Krui, tahunlalu, ”ungkap Dian Anggraini.
“Sekuel Tubuh Tradisi” didukung enam penari, DianAnggraini, Mega SuciLestari, Yovi Sanjaya, Feri Setiawan, Wahidah Shella Nuraini, M.Deni Soleh Akbar.
Menurut Wahidah Shella Nuraini, usai pertunjukan kedua koreografer ini akan mempresentasikan juga proses karya mereka melalui diskusi karya yang dipandu Conie Sema dari Teater Potlot, yang juga penggagas LED Mini Festival ini. Menurut Conie Sema program ini akan dilaksanakan secara berkala setiap tiga bulan.
Diharapkan kegiatan ini tidak sekedar ruang pentas, tetapi menjadi netting informasi,ide-ide penciptaan, serta membangun jejaring keberlanjutan karya bagi pegiat tari di Lampung, melalui isu-isu aktual terutama ekologi. Pentas dua koreografi ini tidak memungut tiket alias gratis. “Karena kapasitas tempat terbatas, kami mengutamakan penonton apresian, terutama seniman dan mahasiswa,” ujar Wahidah.(rls/tika)