Eva Dwiana Kunjungi Kampung Batik Semarang dan Belajar Kultur Budayanya

Bandar Lampung

BANDAR LAMPUNG (MDSnews) – Ketua Dekranasda Kota Bandar Lampung Eva Dwiana kunjungi kampung batik, yang berada di Kecamatan Semarang Timur, Kelurahan Rejomulyo, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah, Rabu (3/7).

Dewan Kerajinan Nasional (DEKRANAS), adalah organisasi nirlaba yang menghimpun pencinta dan peminat seni untuk memayungi dan mengembangkan produk kerajinan dan mengembangkan usaha tersebut, serta berupaya meningkatkan kehidupan pelaku bisnisnya, yang sebagian merupakan kelompok usaha kecil dan menengah (UKM).

Dalam kunjungannya kali ini Bunda Eva panggilan Akrabnya Didampingi oleh anggota Dekranasda lainnya dan Kepala Dinas Perindustrian Kota, Eva Dwiana berkeliling dilingkungan kampung batik, untuk melihat berbagai hasil tangan kreatif warga setempat berupa sulaman kain batik.

Tak lupa juga, dirinya mencoba hal baru yaitu membuat batik tulis dengan menggunakan alat tradisional dari salah seorang pembatik yang ada di kampung tersebut.

Eva Dwiana terlihat sangat teliti memberikan warna pada sketsa pola batik yang telah disediakan. “Dulu pernah nyoba ngebatik begini juga waktu di Jogja. Harus teliti mau batik tulis ini,” ungkapnya sembari tanggannya tetap membatik.

Selesai dengan mencoba membatik, Eva Dwiana mengatakan Bahwa kunjungan seperti memiliki banyak manfaat, selain mengetahui kultur dan tradisi daerah lain. Dengan harapan bahwa hal serupa di Semarang dapat diterapkan di Kota Bandar Lampung.

“Disini kami banyak belajar dan bagaimana pembuatan batik ternyata cukup rumit. Dan mudah-mudahan kita banyak belajar, apa yang kita ketahui di kota Semarang ini akan diterapkan kepada pengarajin tapis di Kota Bandar Lampung, bukan untuk mengutip, namun lebih mengangkat batik dan tapis Lampung,” jelasnya.

Dirinya juga menerangkan, untuk sentral tapis dan sulam usus telah ada dan kebanyakan pengerajinnya adalah kaum ibu. Maka dirinya menginginkan agar bagaimana kaum ibu-ibu di Kota Bandar Lampung dapat memiliki prestasi meskipun hanya dirumah.

“Pengrajin tapis dan sulam usus kebanyakan adalah ibu-ibu, dimana meraka tidak bisa meninggalkan rumah. Namun bagaimana agar nantinya mereka dapat tetap menghasilkan untuk keluarga,” tutupnya. (Nuy)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *