Jakarta, (MDSnews)—-Selama 23 tahun berlaku, Undang-Undang No. 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap tidak pernah sekali pun bisa menjerat dan mengantarkan pelaku ke penjara. Padahal praktek suap di Indonesia sudah seperti penyakit akut.
Kenyataan menyedihkan itu disampaikan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Trisakti Prof. Andi Hamzah kepada awak media beberapa waktu lalu di Jakarta. “Sepengetahuan saya, belum pernah ada orang yang dipidana karena melakukan suap,” ujar Andi Hamzah.

Dikatakan Mantan Jaksa dan staf ahli Jaksa Agung, Andi Hamzah justeru mempertanyakan kenapa Undang-Undang No. 11 jarang digunakan. Padahal praktek suap begitu merajalela, sebagaimana yang terungkap dalam penelitian berbagai lembaga. Di sisi lain, Undang-Undang ini belum pernah dicabut oleh Pemerintah.
.
Jaksa selaku penuntut memang sangat jarang menggunakan Undang-Undang tersebut. Bahkan, dalam buku Himpunan Peraturan tentang Tugas dan Wewenang Kejaksaan (jilid I dan II) yang diterbitkan oleh Kejaksaan Agung, Undang-Undang No. 11/1980 tidak dicantumkan sama sekali. Padahal Undang-Undang No. 23/1992 tentang Kesehatan, misalnya, dicantumkan meskipun kepentingannya dengan jaksa tidak terlalu kuat dibanding Undang-Undang tentang Suap,”Katanya.

Ditegaskan, Komitmen Pemerintah untuk Pemberantasan Suap memang perlu dipertanyakan. Pada waktu KADIN mengajukan Fakta Anti Suap, malah ada penolakan dari anggota Kabinet. Bahkan, Wapres saat itu dikabarkan dengan tegas menyatakan bahwa Fakta Anti Suap belum terlalu penting. Kata dia, perangkat yang sudah ada saja dioptimalkan.
Sulit dibuktikan.?
Seorang jaksa pengkaji di Jampidsus Kejaksaan Agung yang tidak mau disebut namanya menyatakan bahwa Undang-Undang Tindak Pidana Suap jarang digunakan lantaran klausulnya sulit dibuktikan. Jaksa merasa lebih gampang menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. “Sulit membuktikan adanya suap,” katanya.

Namun Andi Hamzah tidak sependapat. “Bukan karena sulit dibuktikan,” katanya. Kalau itu masalahnya, kwitansi pun misalnya bisa dijadikan alat bukti.
.
Undang-Undang No. 11 diundangkan pada 27 Oktober 1980, hanya terdiri dari enam pasal. Intinya, baik pemberi maupun penerima suap dapat dipidana penjara dan denda.
.
Pasal 2 menyebutkan “Barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena memberi suap dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun dan denda sebanyak-banyaknya Rp15 juta”.
.
Pasal 3 melanjutkan bahwa siapa saja yang menerima sesuatu atau janji, padahal ia tahu itu bertentangan dengan tugasnya dipidana maksimal 3 tahun dan denda maksimal Rp15 juta.
Laporan, Red, rilis.