LAMPUNG SELATAN (MDs) – YM Kepala Bidang Penetapan Dispenda Lampung Selatan tidak pernah terlihat masuk kantor pasca dirinya dilaporkan ke kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung atas dugaan tidak pidana korupsi.
Hal tersebut dikatakan oleh salah satu rekannya ditempatnya bekerja.
” Udah beberapa lama ini si nggak pernah keliatan masuk kerja, nggak tau juga alasannya apa,” katanya. Senin (20/4).
Diketahui, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung tengah melakukan pemanggilan dan pemeriksaan kepada beberapa saksi atas dugaan penggelapan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pajak dan restribusi mineral bukan logam (minerba) melalui Badan Pengelola Pajak dan Retrebusi daerah (BPPRD), sejak tahun 2017 sampai dengan 2019 dikatakan masih sebagai pegawai aktif.
” Kami sudah memeriksa beberapa saksi untuk menggali informasi dan melengkapi data pelaporan,” katanya sumber Kejati Lampung melalui WhatsApp. Minggu (19/4)
Saat ditanya apakah terlapor sudah dipanggil, p;ihaknya mengatakan belum melakukan pemanggoilan karena masih terhenti karena Convi-19.
” Belum dipanggil, karena terkendala situasi Corona,” katanya lagi.
sebelumnya diberitakan, dugaan korupsi PAD tersebut dilaporkan oleh salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pada kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung. Informasi tersebut dibenarkan oleh sumber terpercaya Kejati Lampung.
” Benar adanya laporan tersebut dan tindak lanjut dari adanya laporan pengaduan tersebut kami tengah melakukan Puldata (pengumpulan data) dan Pulbaket (Pengumpulan bahan keterangan), semoga penanganan perkara ini bisa tuntas dan menimbulkan efek jera,” katanya kepada Medinas Lampung. Selasa (14/4).
Pihaknya menambahkan bawha ada kurang lebih 61 perusahaaan pertambangan tersebar di seluruh wilayah kabupaten Lampung Selatan, yang sudah membayar pajak namun oleh oknum tersebut diduga tidak disetorkan ke kas daerah atau digelapkan dan hal ini dilakukan oleh oknum tersebut sejak tahun 2017 hingga 2019.
” Dari PAD dari sektor pajak dan restribusi minerba pemkab Lamsel, disinyalir dilakukan secara berkelompok bahkan ada satu perusahaan besar mengalami kerugian hingga milyaran rupiah pertahunnya,” tambahnya.
Ditambahkannya juga bahwa modus operandi kelompok ini dengan melakukan penagihan langsung ke sejumlah perusahan setiap tiga bulan sekali, dengan nilai bervariasi antara 150 juta, 200 juta hingga 300 juta setiap perusahaannya.
Sementara itu mantan kepala Dispenda Badruzzaman saat diminta komentar terkait pemberitaan ini, belum memberikan komentar hingga berita ini di turunkan. (RED)