KOTABUMI (MDSnews) – Proyek pembangunan saluran irigasi di Desa Cempaka Barat, Kecamatan Sungkai jaya, Kabupaten Lampung Utara (Lampura) diduga bermasalah. Permasalahan tersebut lantaran proyek yang telah menelan anggaran senilai Rp.7 miliar, dengan total keseluruhan anggaran yaitu sebesar Rp.28 miliar lebih tersebut bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tahun 2020, milik Balai Besar wilayah Sungai Mesuji Sekampung, Provinsi Lampung.
Dengan adanya pemberitaan di media massa terkait pembangunan proyek saluran irigasi Way Tulung Mas, banyaknya dugaan kecurangan dalam pelaksanaan pekerjaan. Sehingga mendapat tanggapan dan kritik keras dari Organisasi Masyarakat (Ormas) yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) Kabupaten Lampura.

Menurut Humas GMPK Lampura Adi Rasyid, saat di konfirmasi di kediamannya mengatakan bahwa, pengerjaan proyek yang di proyeksi dapat mengairi persawahan petani di beberapa Kecamatan yang ada di Kabupaten Lampura, diduga kuat proses pengerjaannya menyalahi dan tidak sesuai dengan bestek.
“Saya melihat pengerjaan proyek saluran irigasi Way Tulung Mas, di Desa Cempaka Barat itu diduga kuat telah menyalahi bestek, sehingga terjadi pengurangan mutu kualitas” kata Adi Rasyid, Rabu, (14/10).
Semestinya, lanjut Adi Rasyid, hal ini tidak terjadi, dalam proses pengerjaan proyek saluran irigasi way Tulung Mas. Karena sejak awal dinyatakan proyek irigasi ini dalam pengawasan tim baik dari dinas terkait ataupun pihak kontraktor.
“Tapi kenyataannya tidak demikian. Kami yakin pengerjaannya tak diawasi dengan ketat. Jika dilakukan pengawasan, secara melekat maka tidak mungkin terindikasi banyaknya kekurangan baik itu dalam pengecoran lantai dan abaikan K3 sehingga telah ada korban kecelakaan dalam bekerja pada proyek tersebut” jelasnya.
Selain itu Adi Rasyid juga mengatakan, bahwa dirinya sangat yakin, sejak awal pengawas lapangan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) diduga kuat gagal, karena tidak menjalankan fungsinya secara maksimal yakni, tidak melakukan Monitoring dan Evaluasi (Monev) proses pengerjaan proyek tersebut. Sehingga pengerjaan proyek irigasi yang dikerjakan oleh rekanan dari PT. Permata Maju Jaya dan konsultan supervisi PT. Putra Ara Mandiri dipandang buruk.
“Kami mendesak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) agar segera mengaudit hasil pengerjaan pembangunan irigasi di Kabupaten Lampura yang telah menelan anggaran puluhan miliar tersebut, sebelum diserahterimakan agar dapat diperbaiki” paparnya.
Masih kata Adi Rasyid, selain itu, terjadinya kecelakaan pada pekerja tentunya merupakan tanggung jawab penuh pihak rekanan untuk mengobati sampai sembuh dan memberi kompensasi selama korban kecelakaan dalam keadaan sakit atau terluka. Bukan hanya mengobati dengan sekedarnya saja, seperti yang telah terjadi dan menimpa salah seorang pekerja beberapa waktu lalu. Apalagi menurut pengakuan korban bahwa dirinya saat ini telah diberhentikan dari kerjanya sebagai buruh harian lepas, yang mana digaji hanya sebesar Rp.70 ribu/hari.
“Jangan sampai ketika pekerjaan telah selesai dan kontrak habis meninggalkan kesan buruk, baik fisik bangunan proyek dan perilaku terhadap masyarakat setempat. Tapi karena ini masih dalam pengerjaan maka kita harus mengontrol agar lebih baik” tegasnya. (Rama/Yno)