Lampung Utara, (MDSnews) – Limbah pembuangan ampas tahu, yang berasal dari pabrik tahu rumahan milik, Waluyo Hadi Sutanto, yang terletak di RT III / LK VI, Kelurahan Rejosari, Kecamatan Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara (Lampura), diDuga kuat telah mencemari sungai dan persawahan milik warga di wilayah setempat, Sabtu (20/02/2021) sore, sekitar pukul 17.00 WIB.
Akibatnya, sejumlah petani padi, yang mengais rezeki, dengan memanfaatkan sedikit lahan persawahan, yang ada di daerah setempat, setiap tahunnya mengalami kerugian, dan gagal panen. Gagal panen tersebut diduga, disebabkan oleh, aliran limbah tahu yang meresap dan mengalir ke dalam areal persawahan, yang letaknya tepat, di belakang pabrik tahu rumahan milik Waluyo Hadi Sutanto.
Kepada Radar Kotabumi, Rahmat Santoso, warga Tulung Mili, Kelurahan Kotabumi Ilir, Kecamatan Kotabumi, Kabupaten Lampura, sekaligus selaku petani dan pemilik lahan persawahan, yang merasa dirugikan, atas adanya limbah tahu, milik Waluyo Hadi Sutanto, tersebut mengatakan bahwa, selama ini, dirinya merasa sangat dirugikan, dengan adanya limbah tahu, yang meresap dan mengaliri areal persawahan miliknya.
Akibat limbah tahu tersebut, hasil panen padi miliknya, tidak sesuai dengan harapan, dan sangat mengecewakan. Mirisnya lagi, peristiwa itu telah berlangsung selama berpuluh-puluh tahun yang lalu. Menurut pengakuan Rahmat Santoso, dirinya sudah berulangkali, membicarakan persoalan tersebut kepada Waluyo Hadi Sutanto, secara kekeluargaan. Namun nyatanya, Waluyo Hadi Sutanto, tersebut sama sekali tidak menggubris, teguran ataupun keluhan yang disampaikannya.
“Saya merasa sangat dirugikan, dengan adanya limbah tahu ini. Setiap tahun saya selalu gagal panen. Kejadian ini sudah berjalan sekitar 20 tahun yang lalu. Sudah sering kali, saya bicarakan persoalan limbah ini ke pak Tanto. Tapi pak Tanto, sampai hari ini, seolah acuh dan tidak peduli dengan persoalan ini” kata Rahmat Santoso.
Saat ditanya, seberapa luas areal persawahan, serta hasil panen sebelum dan sesudah tercemar limbah tahu tersebut, Rahmat Santoso mengatakan, areal persawahan miliknya yang tercemar akibat limbah tahu tersebut, seluas 3/4 Hektar, yang dibagi menjadi 3 petak sawah.
Dalam 3 petak sawah tersebut, ketika dipanen sebelum dicemari oleh limbah tahu, hasilnya mencapai 20 karung berukuran besar yang berisi padi. Namun kini, dalam setiap panennya, 3 petak sawah tersebut, hasil panen padinya hanya 7 karung berukuran besar saja.
“Semua padi yang dicemari limbah tahu ini, kondisinya sangat mengenaskan, semua batang padinya tampak roboh, dan tanpa isi. Atas kejadian ini, saya menuntut ganti rugi dengan pemilik pabrik itu” tegasnya.
Terpisah, Waluyo Hadi Sutanto, pemilik pabrik tahu rumahan, yang limbah tahunya, diduga telah mencemari sungai dan persawahan milik warga, saat di jumpai Radar Kotabumi di kediamannya. Yang letak kediamannya tersebut tepat di depan pabrik pengolahan tahu yang dimaksud, justru mengatakan bahwa, hasil panen padi milik Rahmat Santoso menurut pengamatannya selama ini tampak baik-baik saja, dan tidak ada persoalan.
Jika Rahmat Santoso, mengatakan limbah tahu miliknya telah mencemari persawahan dan sungai setempat, itu tidak benar. Dan dirinya merasa bahwa Rahmat Santoso, hanya mencari-cari alasan saja. Sebab, dirinya menduga alasan Rahmat Santoso, memprotes soal limbah tahu miliknya, disebabkan karena, dirinya merasa kesal, karena beberapa waktu lalu, ia hanya memberi Rahmat Santoso, ampas tahu dengan jumlah yang sedikit untuk pakan sapi milik Rahmat Santoso.
“Gak bener itu, hasil panennya saya liat
bagus-bagus aja kok, gak ada masalah. Dia ini, pasti kesel sama saya. Karena waktu itu, saya ngasih cuma sedikit ampas tahu untuk campuran makanan sapinya. Nanti permasalahan ini, saya bahas sama dia secara kekeluargaan” kata Waluyo Hadi Sutanto.
Selain itu, lanjutnya, untuk memenuhi permintaan Rahmat Santoso, yang menuntut dirinya agar dapat mengganti seluruh kerugian, atas gagalnya panen padi, yang dikatakan Rahmat Santoso disebabkan oleh limbah produksi tahu miliknya tersebut. Dirinya secara tegas mengatakan bahwa, tidak akan mengganti seluruh kerugian Rahmat Santoso.
“Saya gak akan mau ganti kerugian Rahmat Santoso. Karena jelas, limbah tahu yang ada di pabrik saya, tidak mengalir kedalam sawahnya. Limbah itu, jelas mengalir di aliran sungai” ketusnya.
Saat ditanya, apakah pabrik tersebut memiliki surat ijin dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Lampura, Waluyo Hadi Susanto, mengatakan bahwa, pabrik miliknya tersebut, telah memiliki izin resmi dari DLH Kabupaten Lampura.
Hanya saja, izinnya saat ini sudah tidak aktif lagi (Mati,red). Terkait matinya surat izin pabrik tersebut telah berlangsung selama 5 tahun. Dirinya juga mengatakan bahwa, meskipun surat izin pabrik tersebut telah mati, namun pajak retribusinya selalu dibayar.
“Pabrik saya ini punya izin resmi mas, dari DLH Lampura. Tapi izinnya sudah mati selama 5 tahun. Walaupun izinnya mati, tapi saya, jojong kok bayar pajak retribusinya. Kenapa saya tidak perpanjang surat izin saya, karena pabrik saya kan sudah terdaftar. Jadi cukup cuma lapor aja ke Kelurahan” kata dia.
Diteruskannya, selama ini juga, pabrik miliknya tersebut, tidak pernah ada permasalahan dengan DLH, dan DLH pun tidak pernah melakukan peninjauan terhadap limbah pabrik tahu rumahan miliknya, yang di gadang-gadang telah mencemari sungai dan sawah milik warga.
“Selama ini pabrik saya gak ada masalah. Baik soal limbah ataupun soal lainnya. DLH Lampura juga sejauh ini belum pernah meninjau kesini” bebernya.
Masih kata Waluyo Hadi Sutanto, untuk dokumentasi surat perizinan ke DLH, dirinya mengaku sama sekali tidak memiliki. Karena Dokumen perizinan yang asli ke DLH tersebut, hilang oleh kerabatnya yang diketahui bernama, Agus Jastika. Oleh sebab itu, ia sama sekali tidak mengantongi surat izin ke DLH.

Dirinya beralasan, dengan hilangnya dokumen asli dari DLH tersebut, itulah yang menjadi kendala dirinya, tidak dapat memperpanjang surat izin dari DLH Lampura. Karena menurut dirinya, salah satu syarat perpanjangan surat izin tersebut harus menggunakan dokumen asli.
“Saya gak bisa memperpanjang surat izin ke DLH. Karena dokumen aslinya hilang oleh saudara saya Agus Jastika. Sebab syarat perpanjangan surat izin ke DLH itu, harus pakai Dokumen yang asli” katanya.
Waluyo Hadi Sutanto juga membenarkan, saat dirinya ditanya oleh wartawan media ini, terkait tetap beroperasi dalam memproduksi olahan tahu di pabrik rumahan tersebut, meskipun pabrik tersebut tidak mengantongi surat izin dari DLH, selama 5 tahun lamanya, sejak surat izin dari DLH telah mati.
“Iya mas, benar, sejak izinnya mati, pabrik ini masih tetap beroperasi dalam memproduksi olahan tahu di pabrik rumahan ini” jelasnya. (Rama/Dn)