Makna dan Posisi “Gedung” di Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Bekhak

Bandar Lampung DAERAH HOME TERBARU

Oleh
Agi Utama, S.E.
Ketua Humas Hanggum Jejama Humas Kepaksian Pernong

(Medinaslampungnews.co.id) – Menjaga, merawat dan melestarikan tradisi adat budaya sesuai dengan nilai-nilai pakem Adat.

Dalam kurun waktu 3 tahun kebelakang, bicara adat Lampung Saibatin, bicara Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak, kerap kali masyarakat adatnya terusik dengan ditemukan kejanggalan, ketidakbenaran, permasalahan, polemik yang membingungkan, dan pertanyaan besar bagi masyarakat adat khususnya masyarakat adat Sekala Brak.

Timbulnya permasalahan, kejanggalan, dan polemik yang terjadi, dan pertanyaan-pertanyaan besar dari masyarakat adat tentu bukan tanpa sebab.

Jika kita menelisik kebelakang, Fenomena yang timbul berawal dari adanya penamaan rumah pribadi pamanda/Tuantengah Irjend Pol (Purn) Ike Edwin.

Mengapa saya katakan demikian, dulu saya lihat plang/label yang terpampang di kediamannya bertulis “Lamban Gedung Kuning Istana Kesultanan Kerajaan Adat Sekala Brak Lampung” lengkap terpampang dengan logo masing-masing kepaksian yaitu Kepaksian Nyerupa, Kepaksian Belunguh, Kepaksian Pernong, Kepaksian Bejalan Di Way.

Kita ketahui bersama bahwa 4 Kepaksian. Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak, Lamban Gedung/Gedung Dalom/Istana Kerajaan beserta Masyrakat adatnya berada di Bumi Sekala Brak, Kabupaten Lampung Barat.
Masing-masing Kepaksian memiliki masyarakat adat, memiliki Istana Kerajaan, memiliki wilayah adat, yang mana Motto nya, Satu tidak bersekutu, Berpisah tidak bercerai.

Lalu apabila Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak berada di Lampung Barat, mengapa saat itu kediaman pribadi nya terpampang plang/label di paling depan “Lamban Gedung Kuning Istana Kesultanan Kerajaan Adat Sekala Brak Lampung”.

Bukankah hal yang dilakukannya tersebut secara tidak langsung menuntun pola pikir/mindset masyarakat yang melintas di depan rumahanya dan membaca plang/label yang tertulis lalu secara logika masyarakat awam mengambil kesimpulan bahwa kediaman pribadinya adalah Istana Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak.

Seiring berjalan waktu, plang/label rumahnya di ganti lagi menjadi “Lamban Gedung Kuning Kerajaan Adat Sekala Brak Lampung”.

Lalu belum lama ini, Adanya tuntutan ke beberapa media dari Bangsawan Kerajaan masing-masing perwakilan dari Raja Jukkuan Kepaksian Pernong, Perwakilan Raja dari kepaksian Bejalan Di Way, Kepaksian Belunguh, dan Kepaksian Nyerupa, beserta Panglima Kerajaan, Hulubalang Kerajaan yang menuntut 7 tuntutan kepada Pamanda Ike Edwin, salah satunya menuntut penamaan kediaman pribadinya dengan sebutan Lamban Gedung agar dihapus, sehingga tidak menuntun logika masyarakat awam bahwa kediamannya adalah Istana Kerajaan Paksi Pak Sekala Brak, tidak lama dari tuntutan tersebut kalau kita perhatikan plang/label didepan rumah pribadi nya diganti lagi menjadi “Gedung Kuning”.

Timbul pertanyaan mengapa beberapa kali plang/label rumah itu diubah?

Baru-baru ini tepatnya pada 24 April 2021 terdapat pemberitaan di laman Lampung7.com dengan Judul “Lamban Gedung Kuning (Singgasana Keadatan dan seni budaya Provinsi Lampung).

Yaa Allah.. jika membaca isi berita tersebut, tidak sesuai isi berita dengan judul, pengertiannya di pelintir-pelintir.

Di judul tertulis *Lamban Gedung Kuning (Singgasana Keadatan dan seni budaya Provinsi Lampung)

Singgasana
Bukankah pengertian dari singgasana adalah tempat duduk bagi seorang penguasa.
Berkaitan dengan adat, artinya singgasana merupakan tempat duduk bagi seorang penguasa dalam hal ini Sultan/Saibatin yang bertahta.

Sedangkan di isi berita LGK disebut berawal dari masyarakat sekitar sukarame, yang karna rumah kediaman tuantengah Ike Edwin besar, maka masyarakat menyebutnya dengan istilah Gedung.
Ditambah karna tuantengah Ike Edwin orang lampung, dan dalam bahasa lampung pengertian Rumah adalah Lamban.

Maka oleh tuantengah Ike Edwin disatukan pengertiannya, rumah dalam bahasa lampung (Lamban) dan pemberian masyarakat sekitar (Gedung) disatukan menjadi Lamban Gedung. Ditambah lagi karna cat rumah nya identik warna Kuning. Disatukan lagi menjadi Lamban Gedung Kuning.

Pengakuan diatas cerita lucu yg di ada-ada sehingga seolah-olah ratusan ribu manusia dengan bodoh meng amini cerita ini.

Tidak semestinya begitu, apa kaitannya pemberian masyarakat sekitar jadi dasar menamakannya Gedung Kuning. Lagi pula sudah banyak yang survei diam-diam dan pelan-pelan tapi nyatanya tidak ada satu pun masyarakat yang beropini didalam sebutan Gedung Kuning.

Dalam pelabelan nama maka nama itu dilabel kan dulu oleh pemilik, baru lah masyarakat tau tentang merk dan label nya sebutan tersebut, artinya jadi teramat lucu kalau cara pemaksaan pembenaran mencari alasan penglogikaannya dilakukan seolah mengatas namakan masyarakat dan kalau kita cek, hampir semua masyrakat tidak merasa dulu rumahnya menjadi center point untuk titik pencarian/patokan mencari alamat.

Dan rasanya di Lampung ini, ya banyak lah orang yang waktu itu lebih dulu membangun dan rumah nya jauh lebih bagus dari rumah yg disebut Lamban Kuning tersebut, jadi jangan pakai logika terbalik, orang Lampung sangat menjaga rasa malu, Piil Pesenggiri.

Masa ambil sana ambil sini mencari pembenaran hal yang sebetulnya tidak patut.

Kok tidak malu ya? Mengapa orang Lampung tidak berani mengarang dan berbohong?
Karna orang Lampung memiliki prinsip hidup, memiliki pesenggikhi, memiliki liom, ada rasa malu yang tertanam didalam diri orang Lampung.

Malu adalah hal yang dijaga dan dimuliakan adat, bicara adat tapi tanpa rasa malu, tapi yang penting ada jawaban dan alasan, ya sama saja obrolan para kusir andong.

Kembali ke singgasana, bukankah yg tertulis di berita online diatas LGK itu adalah kediaman tuantengah Ike Edwin.
Dan tertulis LGK adalah singgasana keadatan.

Sudah dijelaskan diatas pengertian singgasana merupakan tempat duduk penguasa, penguasa didalam adat lampung Saibatin adalah Sultan/Sai Batin.

Lantas apakah dalam hal ini Tuantengah Ike Edwin didalam adat berkedudukan sebagai Sultan/Saibatin?
Sangat membingungkan, pengertian LGK di judul dengan isi berita tidak selaras.

Jika kita lihat simbol-simbol adat yang terpampang didalam rumah kediaman tuantengah Ike Edwin, rasanya tidak sesuai dengan implementasi nya, yang didalam adat tidak semestinya atau tidak diperbolehkan dipasang dan dipakai, seolah dibiar kan saja, alat pegang pakai yang hanya milik Saibatin Paksi, Margasana yang hanya ada di 4 Istana Kerajaan/Gedung Dalom/Lamban Gedung Paksi Pak sekala brak di buat sedemikian rupa, tidak sesuai dengan implementasi yang sebenarnya.

Sedangkan di isi berita online diatas LGK dijadikan oleh tuantengah Ike Edwin untuk melestarikan dan memperkenalkan budaya lampung khususnya adat lampung dari Paksi Pak Sekala Brak.

Kembali ke Lamban Gedung

Didalam adat Lampung Saibatin. Lamban Gedung/Gedung Dalom pengertiannya adalah Istana Kerajaan Adat, dan atau Kediaman milik Sai Batin.

Bukankah tuantengah Ike Edwin merupakan anak ke 3 dari (Alm) Tamong Batin M. Bun yamin, bukankah Tamong Batin M. Bun yamin merupakan Pemapah Dalom Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak Kepaksian Pernong?
Artinya tuantengah Ike Edwin masuk dalam struktur adat Kepaksian Pernong, ditambah lagi tuantengah Ike Edwin diangkat oleh PYM SPDB Pangeran Edward Syah Pernong Menjadi Perdana menteri di Kepaksian Pernong.

Artinya masyarakat adat khususnya di Paksi Pak Sekala Brak mengetahui bahwa tuantengah Ike Edwin adalah isi ni Gedung Dalom Kepaksian Pernong.

Sudah tentu tuantengah Ike Edwin mengerti pengertian dari Lamban Gedung/Gedung Dalom yang mana sudah dijelaskan tuantengah Ike Edwin juga di media metro tv, acara Idenesia, dengan jelas tuantengah Ike Edwin menjelaskan kepada host Idenesia saat itu, bahwa Lamban Gedung ini pengertian nya didalam adat lampung adalah Istana Kerajaan Lampung Sekala Brak.

Saat ditanya oleh host Idenesia:
Ini gedung sudah berapa lama?
Kemudian Tuangtengah Ike menjawab, gedung ini disebut Lamban Gedung Kuning, Istana Kalau bahasa Indonesia nya, istana kerajaan lampung sekala brak.

Ketika ditanya sudah berapa lama gedung ini berdiri?
Mestinya dijawab berapa tahun rumahnya berdiri, tapi saat itu jawabannya di alihkan, Tuantengah ike justru menjelaskan pengertian Lamban Gedung Kuning, dan mengapa pertanyaan yg diajukan oleh host idenesia malah tidak jawab.

Kalau kita amati, hal seperti ini contoh seakan ada rencana untuk mengada-adakan adat dengan mengarang-ngarang. Akan tetapi jejak digital dan jejak sejarah akan tetap ada, istilah orang lampungnya tidak bisa menegakkan benang basah.

Apalagi yang dihadapi adalah puluhan ribu masyarakat adat yang hidup ratusan tahun dalam marwah Gedung Dalom.

Juga tidak selaras yg tertulis didalam isi berita online diatas terkait pengertian Lamban Gedung Kuning, dengan yg dijelaskan di Media Metro TV acara Idenesia saat itu.

Lagi pula logika nya, kalau merasa punya kedudukan di Adat Saibatin, maka sudah tentu tau bahwa istilah GEDUNG identik dengan Istana Kerajaan milik Saibatin, karna ini kan masih di Lampung dan ribuan masyarakat Kepaksian Pernong yang berada di Bandar Lampung tentu tidak akan menerima pelabelan yg di paksakan tersebut.

Sedangkan rumah kita pun seandainya berlokasi di Jakarta atau Semarang yang orang orang tentu tidak tau, tidak ngeh, tidak mengerti apa konotasi Gedung bagi kita orang Lampung keturunan Sekala Brak akan tetapi kalau kita menghormati adat dan menjaga serta memuliakannya maka harusnya kalaupun ada orang yang ingin menyebut kediamannya dengan kata “Gedung” karna kurang paham culture/budaya kita.

Maka kita akan katakan dan menjelaskan bahwa tidak boleh menamakan rumah saya dengan sebutan Gedung karna saya adalah anak adat yang dimanapun tatanan adat itu harus saya jaga dan saya junjung tinggi, harus saya tunjukkan bagaimana saya memuliakan adat dengan tindakan keperdulian, di jaga dan di tata dan serius mempertahankan, memuliakan nama dan sebutan, karna saya adalah bagian dari kemuliaan adat tersebut, kan semestinya begitu.

Kalau tindakan itu yang dilakukan, saya rasa seluruh masyarakat adat Lampung merasa memiliki figur sosok rendah hati yang menjaga nilai adat dan mengikuti proses tata titi hak dan kewajiban.

Penjaga dan penegak adat, bukan seperti sekarang ini. Semua masyarakat adat tidak bisa dibohongi dengan sejuta alasan berdalih ini itu, karna adat ini adalah alat pegang pakai mereka dan masyarakat adat yang ada selama ini bukannya tidak bisa membuat label rumahnya ini itu, memakai alat adat yang bukan hak nya, hanya saja mereka tidak mau, dan tidak ingin jadi orang yang bersifat Fasik.

Apa itu sifat fasik, yaitu ia mengetahui tentang sesuatu yg salah, akan tetapi tetap melakukan nya.

Karna sudah tentu apabila sifat Fasik itu dipakai, nantinya akan menuai image yang buruk sebagai perusak adat karna ingin disebut Bangsawan besar, padahal modal nya hanya uang dan sebuah rumah besar yg di modifikasi agar bisa disimbolkan sebagai Istana adat.

Mestinya jangan sampai terjadi karna harusnya disadari, dikhawatir jangan sampai jadi Stigma sebuah Penghianatan katak hendak jadi lembu.

Karna sudah tentu nantinya setiap orang bicara tentang Ketidaksetiaan dan Penghianatan, lalu orang memberi contoh dan menjadi cerita sampai generasi yang kemudian itu yang seharusnya dijaga.

Sebagai anak adat yang masuk dalam struktur adat Kepaksian Pernong, saya pribadi prihatin, mengapa yg dijelaskan tuantengah Ike Edwin di media online tidak selaras, berbeda pengertian dengan yang semestinya.

Akan membingungkan kami anak adat kaum millenial yang melihat, dan tentu akan menjadi perdebatan kami anak adat kaum millenial di generasi yang akan datang, apabila pengertian-pengertian adat, sejarah, simbol keadatan, kedudukan didalam adat, alat pegang pakai di adat, dan pakem adat yang sifatnya baku khususnya di adat Saibatin dipelintir sedemikian rupa, karna kita ketahui bersama, jejak digital di masa sekarang dan masa yang akan datang akan tetap ada.

Saya pribadi menyadari bahwa sebagai anak adat, yang mana saya dan anak adat lainnya khusus di kerajaan adat paksi pak sekala brak, lahir dan besar, tumbuh di ruang lingkup adat yang tradisi adat nya dijaga, dirawat, dilestarikan oleh nenek moyang dari generasi ke generasi merasa perlu meneruskan, menjaga nilai nilai adat, menjaga tradisi adat nya, dengan benar sesuai dengan tata titi, aturan aturan adat yang berlaku yang terus menerus di estafetkan dari masa ke masa hingga di zaman kami ini.

Didalam berita online diatas disebut adanya kediaman tuantengah Ike Edwin untuk melestarikan adat budaya menjadikan sebagai tempat mengenal, menjaga dan memelihara serta melestarikan adat dan budaya lampung, disamping itu juga bisa dan sering dijadikan tempat kegiatan-kegiatan Adat, kegiatan keagamaan, kegiatan pemuda/pemudi, serta kegiatan sosial lainnya, bahkan tempat bertukar pikiran dan diskusi bagi semua pihak.

Saya rasa masyarakat adat mendukung dan bangga apabila prosesi kegiatan yang berkaitan dengan adat yang dilaksanakan disana sesuai dengan simbol adat, aturan adat, tata titi adat yg berlaku, sehingga dapat memberikan pemahaman kepada anak adat generasi muda dengan baik dan benar sesuai dengan sejarah tradisi adat yang berlaku dan benar.

Tidak di pelintir-pelintir sehingga adat dan tradisi yang kita jaga dari generasi ke generasi tetap terjaga marwah nya dengan kebenarannya.

Tidak ada maksud lain, bukan bicara suka atau tidak suka, hanya saja saya pribadi dan tentu anak adat yang lain sepakat bahwa katakan yang benar itu benar, dan katakan yang salah itu salah, maka inshaa allah nilai-nilai kebesaran tradisi adat budaya kita tetap terjaga sampai kemudian hari.

2 thoughts on “Makna dan Posisi “Gedung” di Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Bekhak

  1. Menurut saya ini penjelasan yang tuntas, namun demikian tentu akan ada pelitiran berikutnya dari LgK, kita nantikan karangan2 berikutnya

  2. Itulah sebabnya nilai kehormatan tertinggi terutama di Kepaksian Pernong Sekala Brak adalah kesetiaan, hidup tanpa kesetiaan adalah hidup yg sumbang. Mak tippik, mau diletakkan dimana kalau seseorang mempunyai karakter penghianat dan tidak setia terhadap SaiBatin (Sultan), lebih – lebih “ tekhok ngeguggohi ”(ingin menyamakan dirinya seperti bisa mengangkat dan menyamakan dirinya dengan kedudukan SaiBatin (Sultan)) adalah sebuah penghianatan yang akan jadi crita sepanjang jaman.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *