Koordinator Presidium KPKAD, Soroti Kasus Korupsi Kapekon Tirom

Bandar Lampung HOME TERBARU

Bandar Lampung (MDSnews) – Kita perlu apresiasi masyarakat karena pada saat ini mereka berani untuk melaporkan karena hal ini tentunya sudah memenuhi rumusan aturan perundang-undangan khususnya yang ada di dalam Pasal 108 Ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menjelaskan bahwa Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis.

Gindha Ansori Wayka,SH.MH, Koordinator Presidium Komite Pemantau Kebijakan dan Anggaran Daerah (KPKAD) Provinsi Lampung, mengatakan, perlu masyarakat ketahui bahwa tidak ada satupun manusia di muka bumi yang kebal terhadap hukum termasuk Kepala Pekon Tirom Kecamatan Pematang Sawah Kabupaten Tanggamus, Lampung karena ada asas equality before the law (asas kesamaan di depan dan dihadapan hukum) bagi setiap warga negara.

Oleh karena tidak ada yang kebal hukum, maka harus tetap dikawal, sehingga kami minta agar laporan dari masyarakat tersebut segera ditindaklanjuti karena untuk menghindari dugaan dari masyarakat yang miring dan dapat mencoreng lembaga karena dianggap bagian dari kejahatan itu jika tidak bertindak,” ungkap Gindha.

Dikatakan Praktisi hukum yang satu ini dalam menyoal kegerahan masyarakat terhadap Kepala Pekon Tirom Kecamatan Pematang Sawah Kabupaten Tanggamus, Lampung yang dianggap kebal hukum karena sudah dilaporkan belum diproses oleh pihak kejaksaan ada beberapa hal yang harus dipahami oleh publik.

Pertama apakah persoalan ini dilaporkan secara lisan atau tertulis, kedua dilampiri bukti-bukti awal atau tidak, ketiga ada kronologis peristiwa hukum yang berkesesuaian dan yang keempat apakah ada oknum penegak hukum dijajaran yang bersangkutan di tengarai ikut bermain di persoalan yang sedang terjadi di masyarakat tersebut,”ucapnya.

Lanjutnya, dalam sistem penegakan hukum (Law Enforcement) itu ada 3 (tiga) hal yang harus dipahami Pertama, bahwa apakah perbuatan pelaku masuk dalam rumusan perbuatan yang diatur dalam Undang-Undang, misalkan dugaan penyelewengan dana desa, potongan insentif dan lain-lain maka masuk dalam substansi hukum.

Kedua, bahwa bagaimana sikap penegak hukumnya (struktur) apakah responsifkah atau permisif atau sikap yang tidak mencerminkan bagian dari penegak yang sudah tidak merdeka karena sudah menjadi bagian dari kejahatan itu.

Ketiga, bagaimana budaya masyarakat (kultur) atas perbuatan yang terjadi toleransikah atau pembiaran saja terhadap peristiwa yang terjadi.

Kalau membaca peristiwa yang dipaparkan ada 2 sistem penegakan hukum yang sudah dipenuhi yakni substansi hukum dan kultur hukum, sementara struktur hukumnya diduga ada persoalan karena tidak merespon laporan ini dengan baik,”terangnya.

Pada dasarnya ketiga hal ini harus menjadi satu kesatuan yang utuh saling mendukung dan berhubungan satu dengan lainnya menjadi sebuah sistem, sehingga tercipta law enforcement dengan output supremasi hukum yang bercita rasa keadilan masyarakat,”pungkasnya.  (Buya Loh)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *