Pemda Bisa Akses SPUD, Ini Penjelasan Dirjen Bina Keuda Kemendagri!

Bandar Lampung EKONOMI LAMPUNG NASIONAL

BANDARLAMPUNG (MDSnews)-Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menggelar rapat koordinasi nasional (Rakornas) Pengelolaan Dana Transfer, Pinjaman, dan Obligasi Daerah, di Bukit Randu Hotel, Kota Bandarlampung.

Rakornas tersebut, membahas alternatif Sumber Pembiayaan Daerah (SPD), dan pengelolaan dana transfer pasca diterbitkannya UU No: 1/2022, tentang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.

Rakornas yang dihadiri Dirjen Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kemendagri Agus Fatoni itu, diikuti oleh Kepala Daerah, Sekda, Kepala Bappeda, Kepala BPKAD, dan sejumlah Kepala OPD provinsi dan kabupaten/kota se-Lampung.

“Saat ini, pemerintah daerah (Pemda) sudah dapat mengakses Sumber Pembiayaan Utang Daerah (SPUD) meliputi pinjaman, obligasi, dan sukuk daerah,” jelas Agus Fatoni belum lama ini.

Ia mengatakan, dalam UU No: 1/2022 menyebutkan, terdapat beberapa pengaturan pembiayaan utang daerah yang mengalami perubahan.

Dikatakannya, ada empat perubahan pengaturan pembiayaan utang. Pertama, penyesuaian taksonomi pinjaman daerah menjadi pembiayaan utang daerah berupa pinjaman, obligasi, dan sukuk daerah sesuai praktik APBN.

Kedua, pengintegrasian persetujuan DPRD atas pembiayaan utang daerah dari regulasi sebelumnya, yaitu persetujuan DPRD dilakukan bersamaan pada saat pembahasan KUA-PPAS, menjadi persetujuan DPRD diberikan pada saat pembahasan APBD.

Ketiga, perluasan skema pembiayaan dengan memasukkan aspek syariah seperti sukuk daerah. Hal ini, sesuai dengan aspirasi sebagian daerah yang menginginkan adanya skema pembiayaan syariah karena secara kultur dan politis lebih diterima.

Keempat, reklasifikasi jenis pinjaman dari berdasarkan jangka waktu menjadi berdasarkan bentuk pinjaman, yaitu pinjaman program, dan pinjaman kegiatan. Sehingga dapat mencegah kesimpangsiuran istilah, yang akan membingungkan daerah sebagai institusi pelaksana peraturan, dan selaras dengan praktik dalam APBN.

Fatoni juga menekankan, daerah agar betul-betul serius jika melakukan pembiayaan utang, untuk membiayai urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.

Menurutnya, hal ini dapat dilakukan dengan memperhatikan prinsip pengelolaan pembiayaan utang daerah. Diantaranya, taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan, transparan, akuntabel, efisien, efektif, serta kehati-hatian, dan profesional.

Fatoni juga menyebutkan, daerah mempunyai ruang untuk mendapatkan insentif fiskal, diberikan atas penghargaan kinerja tahun sebelumnya, dan kinerja tahun berjalan.

“Insentif fiskal itu, bersumber dari transfer pemerintah yang dialokasikan kepada pemerintah daerah berkinerja baik,” imbuhnya.

Ia mengatakan, insentif fiskal tersebut
diberikan berdasarkan klaster daerah, indikator kesejahteraan, kriteria utama, dan kategori kinerja.

“Untuk daerah tertinggal, dihitung berdasarkan kategori kinerja yang dikelompokkan, atas tata kelola keuangan daerah, dan pelayanan dasar publik,” ujarnya.

Ditambahkan Fatoni, insentif fiskal daerah untuk kinerja tahun sebelumnya, digunakan daerah berkinerja baik. Diantaranya, percepatan pemulihan ekonomi daerah yang meliputi infrastruktur, perlindungan sosial, dukungan dunia usaha terutama UMKM, dan penciptaan lapangan pekerjaan.

Sedangkan, untuk daerah tertinggal digunakan dalam pembangunan dan percepatan infrastruktur dalam rangka pemulihan ekonomi.

“Namun, insentif fiskal tidak dapat digunakan untuk membayar gaji, tambahan penghasilan, honorarium, dan perjalanan dinas,” tandasnya. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *