BANDARLAMPUNG (MDSnews)-Tim Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), mengambil langkah awal mendorong percepatan realisasi APBD Kota Bandarlampung.
Upaya tersebut, dilakukan Kemendagri dengan monitoring dan evaluasi (monev) asistensi percepatan realisasi (APBD), penanganan inflasi, serta peningkatan kapasitas aparatur pengelolaan keuangan daerah Kota Bandarlampung.
Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kemendagri Agus Fatoni mengatakan, langkah tersebut bertujuan mendorong percepatan realisasi APBD tahun 2023 sejak awal tahun.
Selain itu, lanjutnya, dilakukan asistensi penganggaran penanganan inflasi dan peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM).
“Kami juga melakukan, sosialisasi peraturan perundangan dan kebijakan pengelolaan keuangan, serta peningkatan kapasitas SDM,” ujar Fatoni dalam kegiatan yang dirangkaikan dengan tema “Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur dalam Pengelolaan Keuangan Tahun Anggaran 2023″, di Gedung Semergou Pemkot Bandarlampung, Kamis (23/02/2023).
Fatoni mengatakan, berdasarkan data Kemendagri, realisasi belanja Kota Bandarlampung masih tergolong rendah. Bahkan, peringkat tiga terbawah secara nasional dalam kategori realisasi pendapatan APBD 2022, dengan capaian angka 82,08 persen.
Sementara itu, lanjutnya, dalam realisasi belanja, Bandarlampung menempati peringkat terbawah secara nasional yakni, sebesar 68,81 persen.
“Daerah perlu menggenjot, realisasi APBD sejak awal tahun, agar kinerja pemerintah daerah meningkat. Pembangunan bisa dilakukan sejak awal tahun, pelayanan publik diperbaiki sepanjang tahun, dan daya saing daerah meningkat. Semua itu akan berdampak meningkatnya kesejahteraan masyarakat,” ujar Fatoni.
Menurutnya, realisasi APBD sejak awal tahun juga akan memacu peredaran perekonomian di masyarakat. Dengan demikian, hal ini bakal meningkatkan daya beli masyarakat, memacu belanja pihak swasta, menggairahkan perekonomian daerah, serta mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Fatoni menyatakan, setidaknya ada lima cara yang dapat dilakukan dalam meningkatkan pendapatan asli daerah, khususnya pada pajak dan retribusi daerah yakni, intensifikasi, ekstensifikasi, digitalisasi, peningkatan SDM, dan inovasi.
“Peningkatan pendapatan, dari dana transfer dilakukan dengan update data dan melakukan koordinasi dengan Kementerian atau Lembaga terkait,” imbuhnya.
Fatoni juga mengatakan, ada sejumlah faktor yang menjadi penyebab lambatnya realisasi belanja APBD. Diantaranya, pelaksanaan lelang terlambat, karena prosesnya baru dimulai April. Bahkan, ada yang baru dimulai Agustus atau September.
Kemudian, perencanaan Detail Enginering Design (DED) dilakukan pada tahun anggaran yang sama dengan kegiatan fisik, sehingga apabila pelaksanaan DED terlambat menyebabkan kegiatan fisik menjadi terlambat.
Faktor lainnya, kata Fatoni, yakni keterlambatan penetapan pejabat pengelola keuangan dan pejabat pengadaan barang atau jasa, serta terlambatnya penetapan petunjuk teknis (Juknis) Dana Alokasi Khusus (DAK) dari kementerian atau lembaga.
Hambatan lainnya, adalah kegiatan dengan penunjukan langsung terlambat dilaksanakan, karena sering terjadi perubahan lokasi kegiatan, penagihan kegiatan dilakukan pada akhir tahun anggaran, tidak per termin sesuai dengan kemajuan kegiatan, ketakutan ASN berurusan dengan Aparat Penegak Hukum (APH), dan keterlambatan penyelesaian administrasi serta laporan pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan.
Fatoni juga menyampaikan sejumlah solusi dan strategi percepatan realisasi APBD 2023 yaitu, melakukan pengadaan dini dimulai akhir bulan Agustus tahun sebelumnya setelah nota kesepakatan KUA-PPAS ditandatangani Kepala Daerah dan Pimpinan DPRD.
Selanjutnya, melakukan percepatan Juknis DAK dari kementerian atau lembaga, dan percepatan belanja melalui e-katalog, e-katalog lokal, toko daring serta penggunaan Kartu Kredit Pemerintah Daerah (KKPD).
Kemudian, penetapan pejabat pengelola keuangan dan pejabat pengadaan barang atau jasa tanpa menggunakan tahun anggaran, percepatan pelaksanaan DED pada awal tahun diikuti dengan pelaksanaan pekerjaan fisik, pembayaran tagihan pihak ketiga berdasarkan termin sesuai dengan kemajuan kegiatan, peningkatan kapasitas aparatur pengelola keuangan daerah dan pengelola barang atau jasa, dan membentuk tim monitoring dan evaluasi, baik di pusat maupun provinsi dan kabupaten/kota melaksanakan rapat secara periodik, pemberian reward dan punishment terhadap realisasi serapan anggaran, serta percepatan penyelesaian administrasi dan laporan pertanggungjawaban kegiatan.
“Melakukan penyederhanaan, bentuk kontrak dan bukti pertanggungjawaban pelaksanaan pengadaan barang atau jasa, dengan tetap mempedomani peraturan perundang-undangan,” tukasnya.
Ia juga menambahkan, mendorong peran Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP), dalam melakukan reviu terhadap dokumen perencanaan dan keuangan, serta meminta pendampingan APH dan KPK, apabila masih ragu dalam rencana pelaksanaan kegiatan. (Red)