Perang Bendera, Lobi-lobi, Hingga Upeti Jadi Isu Seksi Seleksi Ad Hoc di Negeri Pendekar Lor

DAERAH HOME Lampung Utara TERBARU

Lampung Utara (MDsNews) – Isu seksi menggelayuti tubuh Komisi Pemilihan Ulun (KPU) di suatu negeri para pendekar Lor. Seleksi panitia Ad Hoc alias penerimaan calon Panitia Pemilihan Kademangan disinyalir jadi ajang perang kekuatan bendera.

Kecerdasan akademik soal kepemiluan dan pengetahuan umum diduga kuat tak jadi penilaian utama maupun prioritas dalam merekrut perwakilan KPU di tingkat kademangan. Sudah jadi rahasia umum, kalau perang bendera background (latar belakang) peserta selalu jadi keutamaan dari dulu. Kita sudah sangat mafhum soal itu.

Tapi tradisi itu tidak bisa disalahkan begitu saja juga. Bahkan tingkat Komisioner KPU negeri pendekar pun sejak dulu sudah berlaku. Nilai perolehan CAT peserta jadi langkah awal memuluskan pendaratan sebagian maupun keseluruhan penyelenggara Pemilu di negeri pendekar Lor. Intinya jejaring dan relasi jadi faktor utama penentu duduk atau tidaknya golongan disana.

Selain panji-panji perang yang dikibarkan, kadang-kadang ada juga intervensi atau campur tangan serta omon-omon elite politik kerajaan negeri pendekar Lor. Kadang juga faktor jalur keturunan acap kali diselipkan.

Bagi pemuda-pemudi rakyat jelata yang tak punya dukungan dari empat penjuru angin, hanya mengandalkan kemampuan akademik, siap-siap saja untuk gigit jari dan mengelus dada. Hanya bisa berharap ada campur tangan sang pencipta untuk mengabulkan semua doa dan niat hajat.

“Nilai tes CAT saya paling tinggi diantara yang lain. Perangkingan saya nomor urut 1, tapi apalah daya, meski nilai tinggi, toh nggak ada gunanya. Masuk dalam 10 besar saja tidak. Kalau pengalaman jangan ditanya, saya pernah mengabdikan dan menghibahkan diri untuk negara menjadi penyelenggara Pemilu belum lama ini,” kata salah seorang pemuda dari kalangan rakyat jelata.

Bahkan, kata dia, ada isu menarik yang tersiar. Kabarnya ada yang menerima upeti dari peserta, meskipun kabar itu tak begitu digubrisnya lagi. Ia memilih legowo dengan nasib yang Ia jalani.

“Namanya kita dari kalangan rakyat kecil, lebih memilih untuk legowo dan tak mempersoalkan itu lagi. Walaupun dalam hati masih ada rasa dongkol yang menyelimuti, tapi pelan-pelan mencoba ikhlas,” ujarnya.

Beranjak dari pengakuan pemuda tersebut, mengingatkan kita untuk tidak lagi terlalu berharap dengan manusia, berharap dan berserah diri hanya kepada yang maha kuasa, meski kadang kala tak salah juga untuk dekat dengan yang kuasa. Taabiik! (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *