Bupati Lampung Timur Diperiksa Oleh Penyidik

Bandar Lampung DAERAH HOME LAMPUNG TERBARU

BANDAR LAMPUNG (MDSnews) – Bupati Lampung Timur, M. Dawam Rahardjo (MDR), yang juga selaku Kuasa Pemegang Modal (KPM), telah diperiksa oleh penyidik tindak pidana khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi Lampung dalam kasus dugaan korupsi PT Lampung Energi Berjaya (LEB).

Pemeriksaan tersebut berkaitan dengan penerimaan dana Participating Interest (PI) sebesar Rp 322.835.100 yang diduga diterima oleh MDR.
Pemeriksaan terhadap MDR berlangsung selama sekitar 11 jam, dimulai pukul 10.00 WIB dan berakhir pada 21.43 WIB.

Meskipun banyak wartawan yang menunggu di luar ruang penyidikan, MDR memilih untuk tidak memberikan komentar dan langsung meninggalkan lokasi tanpa menjawab pertanyaan dari media.

Armen Wijaya, penyidik Pidsus Kejati Lampung, mengungkapkan bahwa pada hari tersebut, pemeriksaan dilakukan terhadap dua orang saksi, yang satu di antaranya dari Pemerintah Kabupaten Lampung Timur, yaitu MDR.

Pemeriksaan berfokus pada penerimaan dana PI oleh PDAM Way Guruh dan dugaan pendirian PT Lampung Energi Berjaya, yang sebagian modal awalnya bersumber dari Pemerintah Kabupaten Lampung Timur dengan persentase saham 8,79% senilai Rp 1.318.500.000.

Armen juga menyatakan bahwa selain melakukan penyitaan uang, penyidik telah memanggil sekitar 30 saksi yang berasal dari PT LEB, PT LJU, PDAM Way Guruh, serta pemerintah provinsi dan kabupaten setempat, untuk memperkuat penyelidikan terkait kasus ini.

Untuk diketahui, Kuasa hukum PT Lampung Energi Berjaya (LEB), Sopian Sitepu, meminta Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung untuk tidak melakukan tindakan yang dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang atau tindakan prematur dalam proses penegakan hukum terkait pengelolaan Participating Interest (PI) 10%.

Sopian menyebutkan, tindakan pengamanan terhadap dividen dan rekening milik PT LEB oleh Kejati Lampung tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

“Pengamanan seperti ini merupakan penyalahgunaan wewenang. Jika tujuannya untuk mencegah korupsi, harus ada pengaturan dan supervisi yang jelas terkait pengelolaan PI 10%,” ujarnya.

Menurut Sopian, berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2016, pengelolaan PI 10% berada di bawah supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dana tersebut tidak boleh digunakan untuk kegiatan lain di luar PI 10%. Ia juga menegaskan bahwa hingga saat ini, tidak ada bukti penyalahgunaan dana PI 10% oleh PT LEB yang ditemukan Kejati Lampung.

“Jika tindakan ini terus berlanjut tanpa dasar hukum yang jelas, hal ini dapat menghambat pengelolaan PI 10% oleh daerah penghasil migas, yang tentunya merugikan masyarakat dan pemerintah daerah,” tambahnya.

Sopian juga mengkritisi penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan Kejati Lampung tanpa persetujuan pengadilan, yang menurutnya melanggar Pasal 38 KUHAP. Ia menyebut tindakan tersebut sebagai langkah prematur yang berpotensi merugikan PT LEB.

Ia meminta agar masyarakat diberikan akses untuk mengetahui dasar hukum yang disangkakan kepada PT LEB. “Penyelidikan, penggeledahan, atau penyitaan ini perlu diuji publik, termasuk oleh Komisi III DPR, untuk memastikan apakah tindakan Kejati Lampung sesuai dengan aturan atau justru merupakan penyalahgunaan wewenang,” jelasnya.

Sopian menambahkan, jika dari hasil uji publik ditemukan adanya pelanggaran hukum oleh PT LEB, seluruh manajemen siap bertanggung jawab. Namun, jika tidak ada pelanggaran, ia meminta pemulihan nama baik PT LEB dan pengembalian barang-barang yang telah disita.

Ia juga menyoroti dampak dari tindakan Kejati Lampung, seperti pemblokiran rekening PT LEB, yang menghambat pembayaran gaji, pajak, dan kewajiban lainnya. “PT LEB telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) dan tidak ada indikasi pelanggaran pembukuan.Kejati harus menjelaskan secara transparan dasar hukum yang dilanggar,” tegasnya.

Sopian memperingatkan, jika tidak ada kejelasan dalam kasus ini, kepercayaan terhadap pengelolaan PI 10% di Lampung bisa terganggu, yang berujung pada kerugian bagi provinsi tersebut. “Kami meminta Kejati Lampung untuk melibatkan ahli dari Kemendagri, Kementerian ESDM, dan ADPMET yang memahami pengelolaan PI 10% dalam proses pemeriksaan. Langkah ini penting untuk memastikan pemeriksaan dilakukan secara profesional dan sesuai aturan,” pungkasnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *