BANDAR LAMPUNG (MDSNews) – Tiga Aliansi Lampung meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia (RI) mengusut tuntas kasus yang melibatkan petinggi Sugar group Companies (SGC) atas kasus suap Zarof Ricar kepada Hakim Mahkamah Agung (MA) dan Pengemplangan pajak.
Tiga Aliansi Lampung itu adalah DPP Akar Lampung, Keramat dan Pematank kembali menggelar aksi demo didepan kantor Kejagung RI.
Ketua DPP Akar Lampung Indra Musta’in mengatakan, Aksi ini bukan sekadar demonstrasi melainkan akumulasi dari kemarahan panjang atas dugaan pelanggaran hukum yang selama ini dibiarkan.
“Jangan tutupi Zarof Ricar! Jangan lindungi SGC!,” kata Indra saat orasi di Kejagung RI. Rabu (25/06).
Dalam orasinya, Indra menyinggung dugaan keterlibatan seorang aktor bernama Ricar dalam praktik suap kepada Mahkamah Agung. Ia menyebut skandal ini sebagai bentuk nyata pencemaran lembaga peradilan oleh kekuasaan dan uang.
“Ini bukan kasus biasa, Ini skandal, Ini pidana murni. Harus dibuka ke publik. Negara tidak boleh kalah oleh oligarki,” urainya.
Persoalan ini, kata Indra, dugaan pelanggaran berat oleh PT. SGC dan sejumlah anak usahanya, termasuk PT. Sweet Indo Lampung, PT. Indo Lampung Perkasa (ILP), dan PT. Indo Lampung Distilerri.
“Ada temuan Pengemplangan pajak triliunan rupiah, penguasaan tanah melebihi batas Hak Guna Usaha (HGU), pembakaran tebu yang mencemari udara, penyerobotan tanah adat dan rawa gambut. Semua ini bukan perkara sepele, ini skandal negara,” ujarnya.
Bahkan, kata Indra, pihaknya juga akan melanjutkan aksi damai tersebut di depan istana Presiden, agar dapat didengar langsung oleh orang no I di Indonesia.
“Kami akan lanjutkan orasi di depan Istana Negara agar Presiden Prabowo, sebagai macan Asia, menegakkan keadilan di Lampung,” terangnya.
Sementara, Ketua DPP Pematank Suadi Romli, mengungkapkan, betapa perihnya hati masyarakat adat ketika tanah ulayat, termasuk makam-makam leluhur dikuasai secara paksa oleh korporasi.
“Kami tidak bicara soal tanah mati. Di sana ada sejarah, ada tulang belulang orang tua kami. Tapi SGC tetap menguasai. Negara tetap diam. Ini bukan sekadar perampasan, ini pelecehan terhadap peradaban,” tutupnya. (Red)