BANDARLAMPUNG (MDSNews)-Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Tunas Bangsa mengungkap indikasi kecurangan puluhan paket proyek jasa konsultansi kontruksi, dan non kontruksi Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Cipta Karya (PKPCK) pada tahun 2024.
Dugaan penyelewengan proyek jasa konsultansi kontruksi, dan non kontruksi Dinas PKPCK Lampung tersebut, akan dilaporkan DPP Tunas Bangsa ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung, pekan depan.
Ketua Umum (Ketum) DPP Tunas Bangsa, Sandi menyatakan, sesuai hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Lampung, ditemukan sejumlah personel terkait proyek jasa jasa konsultansi kontruksi, dan non kontruksi tidak melaksanakan pekerjaan dalam kontrak. Karena, dokumen milik mereka hanya dipinjam, untuk persyaratan dalam proses lelang.
“Proyek jasa konsultansi Dinas PKPCK itu, tercatat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Perwakilan Lampung atas Laporan Keuangan Pemprov tahun 2024 No: 17B/LHP/XVIII.BLP/05/2025 tertanggal 22 Mei tahun 2025,” jelasnya, Rabu (06/08/2025).
Ia mengatakan, dalam LHP BPK RI, disebutkan bahwa proyek jasa konsultansi kontruksi, dan non kontruksi tidak sesuai ketentuan mencapai Rp987, 419 juta.
Dikatakannya, ada tiga paket proyek jasa konsultansi total nilai kontra sebesar Rp2, 774 miliar yang menjadi temuan BPK, yakni kajian peningkatan kapasitas pengelolaan PDAM Lampung wilayah 1 dengan nilai kontrak Rp742, 163 juta dimenangkan CV KC dinyatakan, tidak sesuai ketentuan Rp270, 785 juta.
Kemudian, kajian pengelolaan persampahan Lampung dengan nilai kontrak Rp1, 298 miliar dimenangkan PT NT dinyatakan tidak sesuai ketentuan Rp395, 201.405 juta, dan kajian peningkatan kapasitas pengelolaan PDAM Lampung wilayah 2 dengan nilai kontrak Rp733, 877 juta dimenangkan CV GN, dinyatakan tidak sesuai ketentuan Rp121, 184 juta.
Temuan BPK
Dalam LHP BPK, disebutkan tahun 2024 Pemprov Lampung merealisasikan belanja jasa konsultansi konstruksi sebesar Rp56, 606 miliar dari Rp89, 478 miliar atau 63,26 persen dari anggaran.
Kemudian, anggaran belanja jasa konsultansi non konstruksi sebesar Rp19 981 miliar, dan telah direalisasikan sebesar Rp13, 375 miliar atau 66,94 persen dari anggaran.
BPK menyebutkan, anggaran dan realisasi paket proyek jasa konsultansi kontruksi dan non kontruksi tersebut, salah satunya dialokasikan di Dinas PKPCK Lampung untuk jasa konsultansi perencanaan, pengawasan, dan jasa konsultansi lainnya.
BPK juga menyatakan, sesuai hasil pemeriksaan di Dinas PKPCK realisasi belanja yang dibayarkan kepada konsultan kontruksi, tapi tidak melaksanakan pekerjaan sesuai jangka waktu dalam kontrak.
Selain itu, BPK juga menemukan kejanggalan tiga paket proyek jasa konsultansi non konstruksi dengan nilai kontrak sebesar Rp2, 774 miliar.
Selanjutnya, sesuai hasil pemeriksaan dokumen kontrak, pembayaran, dan permintaan keterangan personel penyedia jasa konsultansi non konstruksi Dinas PKPCK, ditemukan personel yang tidak melaksanakan pekerjaan sebagaimana waktu yang tercantum dalam kontrak.
Ironinya, BPK juga mendapat keterangan bahwa personel terkait tidak melaksanakan pekerjaan dalam kontrak, karena dokumen-dokumen milik mereka hanya dipinjam, untuk melengkapi persyaratan dalam proses lelang.
Menurut BPK, kondisi tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No: 12/2019, Peraturan Menteri PUPR No: 14/2020, Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK), dan Syarat Umum Surat Perintah Kerja (SPK).
Lalu apa rekomendasi BPK?. Dalam rekomendasinya, BPK meminta Gubernur Lampung agar memerintahkan Kepala Dinas (Kadis) PKPCK memproses kelebihan pembayaran jasa konsultansi konstruksi, dan jasa konsultansi non konstruksi sebesar Rp987, 419 juta untuk disetorkan ke kas daerah (Kasda).
Rinciannya, jasa konsultansi konstruksi Rp200, 247 juta, dan jasa konsultansi non konstruksi sebesar Rp787, 172 juta. (red)