Kejaksaan Dalami Dugaan Korupsi Retribusi Pasar Manggris

DAERAH HOME LAMPUNG Lampung Utara TERBARU

LAMPUNG UTARA (MDSNews) – Kejaksaan Negeri Lampung Utara sedang mendalami dugaan penyimpangan pengelolaan retribusi di Pasar Manggris, Desa Madukoro, Kotabumi Utara. Kasus ini mencuat setelah adanya laporan dari masyarakat terkait pengelolaan yang dinilai tidak transparan selama lima tahun terakhir.

Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Lampung Utara, M. Azhari Tanjung, membenarkan bahwa pihaknya tengah melakukan penyelidikan. “Kami sudah memanggil beberapa pihak sebagai saksi. Kasus ini masih dalam proses pendalaman dan pengumpulan keterangan serta bukti-bukti,” ujarnya pada Senin, 11 Agustus 2025.

Pengelolaan Bermasalah, Retribusi Cuma ‘Asal Tembak’ Penyelidikan fokus pada pengelolaan Pasar Manggris yang dilakukan secara pribadi oleh Kepala Pasar, Sumari. Sumari, yang juga seorang Kepala Sekolah SMP Negeri, diketahui sudah dipanggil penyidik Kejaksaan sebanyak empat kali. Ia diduga mengelola pasar tanpa melibatkan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) atau Pemerintah Daerah, meskipun pasar tersebut pernah menerima bantuan pembangunan dari pemerintah pusat dan daerah.

Plt Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Lampung Utara, Hendri, mengungkapkan adanya kejanggalan dalam sistem retribusi. Menurutnya, setoran retribusi yang diterima dari tahun 2020 hingga 2025 hanya Rp 600 ribu per bulan dan Rp3 juta per tahun. Jumlah ini jauh dari aturan Perda dan Perbup yang berlaku.

“Padahal, sistem pembagian seharusnya 70% untuk pengelola pasar dan 30% untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) hingga tahun 2023. Aturan itu sempat berubah menjadi 50-50 pada tahun 2024-2025, tetapi pengelola hanya memberikan retribusi ‘asal main tembak’,” jelas Hendri.

Status Tanah dan Dana Bantuan Jadi Sorotan. Kepala Desa Madukoro, Johan Andri Yanto, membantah bahwa pasar tersebut berstatus milik desa. Ia menjelaskan bahwa pihak desa selama ini tidak pernah dilibatkan dalam pengelolaan dan tidak pernah menerima PAD dari retribusi pasar.

“Kami hanya menjadi penonton. Pasar ini berdiri tahun 1997, tanahnya milik pribadi dan belum dihibahkan. Namun, kami tahu pada tahun 2017 pasar ini mendapat bantuan pembangunan kios senilai Rp1,5 miliar dari Kementerian dan Rp700 juta dari pemerintah daerah,” kata Johan.

Masyarakat dan pihak desa berharap Kejaksaan dapat mengungkap tuntas kasus ini. Jika terbukti status pasar tersebut adalah milik desa, mereka menginginkan pengelolaan yang lebih transparan dan sesuai dengan aturan yang berlaku, sehingga hasilnya bisa dimanfaatkan untuk pembangunan desa. (Rma)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *