Kopi Lampung Naik Kelas Katanya, Petaninya?

Bandar Lampung HOME LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG (MDSNews)  – Pemerintah Provinsi Lampung melalui Dinas Perkebunan memperkenalkan sistem budidaya pagar untuk meningkatkan produktivitas kopi robusta.
Inovasi ini dinilai mampu menggandakan populasi pohon per hektare sekaligus memperkuat posisi Lampung sebagai salah satu daerah penghasil kopi terbesar di Indonesia.
Kepala Dinas Perkebunan Lampung, Yuliastuti, menjelaskan sistem pagar memungkinkan jarak tanam lebih rapat.
Jika sebelumnya per hektare rata-rata hanya 2.000–2.500 batang kopi, dengan sistem baru bisa mencapai 4.000 batang.
“Dengan asumsi satu pohon menghasilkan satu kilogram kopi, maka produksi dapat meningkat hingga 4 ton per hektare,” kata Yuliastuti dalam konferensi pers di Ruang Video Conference Dinas Kominfotik Lampung, pada Kamis, (28/8/2025).
Berdasarkan data BPS 2025, luas areal perkebunan kopi di Lampung mencapai 152.507 hektare.
Dari jumlah itu, 138 ribu hektare merupakan tanaman menghasilkan, sementara 6.800 hektare masih belum menghasilkan dan 6.800 hektare lainnya sudah tua atau rusak.
Produksi rata-rata kopi Lampung saat ini baru sekitar 120.377 ton per tahun, atau di bawah 2 ton per hektare.
Namun sejumlah petani binaan telah mampu menghasilkan hingga 3,5 ton per hektare berkat penerapan teknik budidaya intensif.
Untuk mempercepat peremajaan, pemerintah menjalankan program replanting menggunakan metode sambung samping pada tanaman tua.
Sedangkan lahan percontohan kopi sistem pagar dibangun di Lampung Barat dan Tanggamus.
“Demplot ini menjadi rujukan bagi petani dalam pola tanam intensif, pemupukan organik, dan pemangkasan yang tepat,” ujar Yuliastuti.
Pemerintah juga mendorong perbaikan kualitas pascapanen, mulai dari metode petik merah, larangan penjemuran di tanah, hingga penyediaan terpal, grinder, dan huller. Untuk hilirisasi, disiapkan pelatihan roasting, pengemasan, dan akses pasar bekerja sama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan.
Menurut BPS, nilai ekspor kopi Lampung tahun ini mencapai lebih dari USD 400 juta, dengan tujuan utama Amerika Serikat, Jepang, dan negara-negara Eropa.
“Dengan inovasi budidaya, peremajaan tanaman, dan penguatan hilirisasi, kami menargetkan peningkatan signifikan baik dari sisi volume maupun nilai ekspor kopi Lampung,” tutur Yuliastuti.
Selain robusta yang menjadi identitas Lampung, pemerintah juga mulai mengembangkan kopi arabika di Lampung Barat, khususnya di Kecamatan Sekincau pada ketinggian 1.000–1.200 mdpl. (Ari Yanto)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *