Lampung Utara (MDsNews) – Konflik tapal batas antara Desa Mulang Maya dan Desa Curup Guruh Kagungan di Lampung Utara kembali memanas. Meskipun telah difasilitasi oleh pemerintah daerah, musyawarah yang melibatkan camat, tokoh adat, dan masyarakat masih belum mencapai titik temu. Masing-masing pihak bersikukuh pada keyakinannya.
Sejarah Panjang Melawan Regulasi Bagi masyarakat adat Mulang Maya, sengketa ini bukan sekadar persoalan garis di atas peta, melainkan urusan harga diri dan sejarah. Mereka meyakini desa mereka telah ada jauh sebelum Kabupaten Lampung Utara terbentuk, bahkan sebelum Republik Indonesia merdeka.
“Mulang Maya ini ada sebelum kabupaten ini ada, bahkan sebelum Republik ini ada,” tegas Ilham Puncak dengan gelar Sutan Ratu Sang Diwo Tuho Tuan Yang Besar Raja Yang Sakti, tokoh adat Mulang Maya.
Mereka mendesak agar pemerintah menggunakan peta lama yang dianggap sebagai dokumen paling otentik. Peta ini adalah warisan dari kesepakatan para tokoh adat ketika Desa Curup Guruh Kagungan baru dibentuk.
Tokoh masyarakat M. Junaidi menambahkan, “Saat pembentukan Desa Curup, Simpang PLN dan Ujung Batu masih hutan.” Pernyataan ini diperkuat oleh Heri Suherman yang menyebut pada 2006, Kepala Desa Curup pernah menunjukkan peta asli yang hanya memuat dua dusun.
Warga Mulang Maya menolak keras setiap kemungkinan perubahan peta yang bisa menggeser luas wilayah dan memicu konflik baru. “Tidak boleh ada pergeseran apalagi perubahan luas wilayah. Itu akan membuka pintu konflik,” ujar seorang warga dalam musyawarah.
Batas Waktu untuk Solusi, Pemerintah daerah tidak ingin masalah ini berlarut-larut. Mat Sholeh, Asisten I Kabupaten Lampung Utara, menegaskan bahwa sengketa harus diselesaikan dalam waktu maksimal enam bulan sesuai regulasi.
Tim penetapan batas desa kini memiliki tiga bulan tersisa untuk mengumpulkan semua dokumen dan bukti sebelum putusan akhir diambil. Keputusan final ini akan sangat menentukan.
Tidak hanya soal garis batas, tetapi juga arah pembangunan, distribusi dana desa, dan legitimasi kepemimpinan di wilayah perbatasan. Kejelasan batas ini krusial untuk memastikan pelayanan publik berjalan, kewenangan pemerintah tegas, dan hak-hak adat terlindungi.
Pemerintah Kabupaten Lampung Utara berharap musyawarah lanjutan dapat segera menghasilkan kesepakatan demi menghindari konflik berkepanjangan dan memastikan pembangunan di kedua desa terus berjalan tanpa hambatan.
Jurnalis : (Erwin).

