Menjaga Marwah Hukum di Tengah Masa Transisi Kepemimpinan

DAERAH HOME LAMPUNG OPINI Opni Tanggamus TERBARU

Tanggamus (Medinas_News) — Perpindahan jabatan di tubuh institusi negara adalah hal lazim. Namun, momen transisi kerap dimanfaatkan oleh segelintir oknum untuk mencari celah, memancing di air keruh, bahkan menjual nama pejabat demi kepentingan tertentu. Inilah fenomena klasik yang muncul hampir di setiap pergantian pejabat di republik ini: mereka yang tak memiliki jabatan, tetapi lihai memperdagangkan kedekatan semu.

Peringatan terbuka yang disampaikan Kajari Tanggamus Dr. Adi Fakhruddin, S.H., M.H., jelas bukan sekadar formalitas. Ia sedang mengingatkan kita bahwa marwah penegakan hukum akan runtuh bukan karena musuh di luar sistem, melainkan karena ulah broker moral yang berlindung di balik nama pejabat.

Kita patut mengapresiasi sikap tegas tersebut. Sebab, ketika seorang Kajari mengimbau seluruh unsur, Forkopimda, Kepala OPD, Camat, Kepala Pekon, organisasi, insan pers, hingga masyarakat, agar tidak percaya pada pihak-pihak yang membawa namanya untuk urusan proyek, bantuan, atau janji-janji tertentu, sesungguhnya beliau sedang memagari martabat hukum dari praktik makelar berkedok kedekatan.

Harus diakui, dalam kultur birokrasi lokal, masih banyak pihak yang gemar mencari jalan pintas. Alih-alih mengikuti prosedur, mereka lebih memilih “jalur belakang”, cukup dengan bisikan: “Saya dekat dengan pejabat ini.” Pola semacam ini tidak hanya merusak nama institusi, tetapi juga meracuni mental publik, seolah-olah hukum dapat dinegosiasikan.

Momentum perpindahan jabatan ini harus dibaca sebagai pembelajaran kolektif. Tanggamus tidak boleh memberi ruang sedikit pun bagi para penunggang gelap yang memanfaatkan celah transisi. Jika kita lengah, yang hancur bukan hanya kepercayaan publik, melainkan juga masa depan tata kelola pemerintahan yang bersih.

Peringatan Kajari seharusnya menjadi alarm bagi seluruh unsur daerah: komunikasi resmi harus melalui prosedur, bukan melalui perantara gelap yang mengaku-aku. Di era transparansi, integritas bukan pilihan, tetapi keharusan.

Di saat Dr. Adi Fakhruddin akan bertugas sebagai Aspidum Kejati Banten, warisan moral paling penting justru bukan hanya pada kasus apa yang dituntaskan, tetapi nilai ketegasan dalam menjaga marwah kelembagaan. Kita layak berharap estafet kepemimpinan berikutnya tetap berada di rel yang sama: hukum yang humanis, profesional, dan tak bisa diperjualbelikan.

Karena pada akhirnya, daerah yang beradab adalah daerah yang hukum dan martabatnya tidak dapat dinegosiasikan oleh siapa pun.

Jurnalis : (Erwin).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *