Tanggamus (Medinas_News) – Di tengah upaya pemerintah daerah menata administrasi dan memperkuat tata kelola aset, Kabupaten Tanggamus justru dihadapkan pada persoalan serius yang dapat menggerus nilai kekayaan daerah hingga puluhan miliar rupiah. Dugaan kelalaian dan lemahnya perencanaan di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) kini menjadi sorotan tajam, setelah BPK RI Perwakilan Lampung menemukan banyak aset daerah yang tidak tercatat secara resmi.
Menurut informasi yang dihimpun, nilai aset yang berpotensi hilang akibat status tanah dan bangunan yang tidak bersertifikat mencapai sekitar Rp70 miliar. Kondisi ini menunjukkan betapa lemahnya pengelolaan aset di lingkup Pemkab Tanggamus, khususnya di sektor pembangunan fisik yang menjadi tanggung jawab utama Dinas PUPR.
Salah satu contoh nyata adalah proyek Taman Alamanda di Pekon Baru Keramat, Kecamatan Kotaagung Timur. Proyek yang semestinya menjadi ruang publik kebanggaan masyarakat itu justru menyisakan persoalan hukum. Tanah tempat taman tersebut dibangun ternyata belum memiliki kejelasan status, bahkan diduga berdiri di atas lahan milik warga yang sudah bersertifikat.
Namun ironisnya, proyek tersebut tetap dijalankan tanpa memastikan legalitas lahan terlebih dahulu. Sebuah bentuk kelalaian yang tak bisa dianggap sepele, karena dapat berujung pada hilangnya aset daerah secara hukum.
Fenomena seperti ini bukan hal baru di tubuh Dinas PUPR Tanggamus. Pola asal bangun tanpa prinsip “clear and clean” tampak sudah menjadi kebiasaan yang mengakar. Seolah-olah yang penting proyek berjalan, soal legalitas urusan belakangan. Padahal, dalam setiap kegiatan pembangunan, kepastian hukum atas lahan adalah syarat utama yang wajib diselesaikan sebelum kegiatan fisik dimulai.
Persoalan serupa juga muncul dalam pengadaan lahan untuk calon Masjid Agung di Pekon Kotaagung, Kecamatan Kotaagung Pusat. Lahan yang digadang-gadang akan menjadi ikon religius Tanggamus itu ternyata juga belum memiliki kejelasan status. Lagi-lagi, Dinas PUPR seolah abai terhadap pentingnya kepastian hukum sebelum melaksanakan pembangunan.
Temuan dan catatan BPK RI Perwakilan Lampung ini menjadi bukti nyata bahwa tata kelola aset di Kabupaten Tanggamus belum berjalan sesuai dengan prinsip akuntabilitas dan kehati-hatian.
Banyak aset yang dibangun menggunakan dana APBD, namun tidak tercatat dalam daftar aset daerah lantaran tidak memiliki sertifikat dan legalitas yang sah. Akibatnya, potensi kehilangan aset dengan nilai mencapai Rp70 miliar menjadi ancaman nyata bagi keuangan daerah.
Masalah ini tidak bisa lagi dianggap sebagai kekhilafan administratif biasa. Ini adalah cermin dari lemahnya manajemen, pengawasan, dan tanggung jawab moral di tubuh Dinas PUPR. Ketika proyek dijalankan tanpa dasar hukum yang kuat, maka hasilnya bukan pembangunan berkelanjutan, melainkan bom waktu yang bisa merugikan daerah kapan saja.
Sudah saatnya Bupati Tanggamus bersikap tegas. Audit menyeluruh terhadap aset fisik harus segera dilakukan, terutama pada proyek-proyek yang dikelola Dinas PUPR.
Jika ditemukan unsur kelalaian, pembiaran, atau pelanggaran prosedural, maka pimpinan dinas dan pejabat teknis yang terlibat harus dimintai pertanggungjawaban.
Kehilangan aset daerah senilai Rp70 miliar bukan sekadar kerugian materi. Itu adalah simbol kegagalan dalam mengelola amanah rakyat. Dan bila dibiarkan, bukan tidak mungkin Tanggamus akan dikenal bukan karena prestasi pembangunannya, melainkan karena kelalaiannya menjaga apa yang telah dibangun.
Karena membangun itu mudah, namun mempertanggungjawabkan hasil pembangunan, itulah ukuran sejati integritas.
Opini…!!
Jurnalis : (Erwin).