Tanggamus (Medinas_News) — Proyek rehabilitasi gedung SMAN 1 Semaka yang bersumber dari Dana Revitalisasi senilai Rp1.176.261.000 kini menuai sorotan tajam. Alih-alih meningkatkan mutu sarana prasarana dan memperluas akses pendidikan, pelaksanaan proyek justru diduga kuat sarat praktik korupsi, penyimpangan, dan permainan oknum tertentu.
Program revitalisasi yang seharusnya dikerjakan secara swakelola, dengan tujuan transparansi, akuntabilitas, pemberdayaan masyarakat, dan peningkatan ekonomi warga sekitar, justru terindikasi berubah menjadi proyek tertutup yang terkesan menyingkirkan masyarakat lokal.
Pekerja Lokal Hanya “Dikasih” Pembongkaran Rp5 Juta. Dalam observasi langsung di lapangan, awak media mendapatkan keterangan dari beberapa pekerja. Salah satu pekerja mengungkapkan fakta mencengangkan:
“Kami orang sini cuma dikasih borongan bongkar atap mushola dan dua lokal, itu pun cuma dibayar Rp5 juta, Bang,” jelasnya.
Pernyataan ini diperkuat pekerja lainnya yang mengaku hanya digaji harian jauh di bawah standar:
“Upah kami Rp90 ribu sehari, kalau tukang Rp120 ribu. Yang bayar kepala tukang dari Pagelaran,” ungkapnya.
Temuan ini jelas bertolak belakang dengan prinsip swakelola, yang seharusnya melibatkan masyarakat setempat secara penuh, bukan hanya dijadikan tenaga pembongkar murah.
Material Sudah “Di-handle” Pihak Provinsi?. Seorang narasumber yang enggan disebut namanya mengungkapkan hal yang lebih janggal:
“Untuk material atap dan jendela semua sudah di-handle dari provinsi. Pekerja dari sini cuma sedikit, dan itu pun untuk bongkaran saja. Pekerja aslinya dari Pagelaran dan Pringsewu,” ujarnya.
Informasi ini menguatkan dugaan bahwa proyek revitalisasi yang ditetapkan sebagai program swakelola tidak benar-benar dilaksanakan secara swakelola. Pengadaan material dan tenaga kerja mayoritas diduga dikendalikan pihak luar, sehingga tujuan pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal gagal total.
Jurnalis : (Red).