Lampung Utara (MDsNews) – Janji pemerataan pembangunan infrastruktur di Kabupaten Lampung Utara kembali menyisakan ironi. Di tengah kebutuhan mendesak masyarakat akan akses jalan dan jembatan yang layak, sebanyak 24 paket proyek infrastruktur justru gagal direalisasikan sepanjang tahun 2025.
Salah satu yang paling disorot adalah kondisi Jembatan Way Umban di Jalan Punai Kelurahan Tanjung Harapan, Kecamatan Kotabumi Selatan. 
Jembatan yang sebelumnya telah dijanjikan perbaikan itu kini semakin memprihatinkan setelah ambrol diterjang banjir tahunan, seolah menjadi monumen kegagalan perencanaan dan eksekusi pembangunan.
Warga sempat berharap ketika tim teknis turun ke lokasi dan melakukan pengukuran. Namun harapan itu perlahan memudar, seiring berjalannya waktu tanpa realisasi pekerjaan.
“Kami kira jembatan ini benar-benar mau diperbaiki. Sudah ada yang ngukur, sudah difoto-foto. Tapi sampai sekarang tidak ada apa-apa,” kata Iwan, warga setempat, Selasa, 30 Desember 2025.
Menurut warga, kondisi jembatan yang amblas kerap memicu kecelakaan tunggal. Belum lama ini, seorang ibu terjatuh dari sepeda motor karena tidak mengetahui adanya cekungan di atas jembatan.
Ironisnya, perbaikan jembatan tersebut sempat dialokasikan anggaran sekitar Rp800 juta, namun akhirnya kandas dengan dalih Dana Bagi Hasil (DBH) dari Pemerintah Provinsi Lampung tidak cair. Padahal, potensi DBH yang diterima Lampung Utara disebut mencapai sekitar Rp70 miliar dan telah menjadi dasar pembahasan APBD 2025.
Lebih jauh, kegagalan tidak hanya terjadi pada satu titik. Total terdapat 24 paket proyek infrastruktur yang batal direalisasikan, terdiri dari 21 paket perbaikan jalan dan tiga paket pembangunan serta rehabilitasi jembatan di berbagai wilayah.
Kondisi ini memunculkan tanda tanya besar terhadap kinerja Dinas Sumber Daya Air, Bina Marga, dan Bina Konstruksi (SDA MBK) Lampung Utara.
Dinas teknis yang seharusnya menjadi motor penggerak pembangunan justru terlihat kehilangan arah di tengah tahun anggaran berjalan.
Kepala Dinas SDABMBK Lampung Utara melalui Kepala Bidang Bina Marga, Rio Alaska, mengakui bahwa seluruh proyek tersebut gagal direalisasikan karena waktu pelaksanaan yang dinilai terlalu mepet. Ia menyebut baru mulai mengendalikan pekerjaan pada Oktober 2025, saat seluruh paket proyek bahkan belum memasuki tahap lelang.
“Seharusnya Oktober itu pekerjaan sudah berjalan. Faktanya, dilelang saja belum,” ujar Rio.
Dengan sisa waktu sekitar 90 hari hingga akhir tahun, proses tender yang memakan waktu hingga 45 hari dinilai tidak memungkinkan. Akhirnya, melalui keputusan bersama tim review Kejaksaan, Pokja, dan PPK, proyek-proyek tersebut diputuskan untuk ditunda.
“PPK keberatan jika waktu pengerjaan hanya sekitar 25 hari karena berisiko pada kualitas,” jelas Rio.
Alasan kualitas pekerjaan menjadi paradoks tersendiri, mengingat keterlambatan perencanaan justru datang dari internal dinas itu sendiri, bukan faktor alam atau kondisi darurat.
Meski begitu, kata dia, Bupati Lampung Utara Hamartoni menegaskan bahwa seluruh proyek hanya tertunda dan akan direalisasikan pada awal tahun 2026.
“Untuk jembatan, waktu pengerjaan efektif 180 hari, dan jalan 120 hari. Rencananya Januari mulai dikerjakan,” katanya.
Ia menegaskan bahwa keterlambatan ini hanya bersifat administratif dan teknis.
Namun bagi masyarakat, penundaan ini bukan sekadar “lompat bulan”, melainkan perpanjangan risiko keselamatan, hambatan ekonomi, dan potret lemahnya manajemen pembangunan.
Di saat anggaran tersedia dan kebutuhan masyarakat nyata, kegagalan mengeksekusi program justru menjadi cermin bahwa persoalan utama bukan semata soal dana, melainkan ketidakmampuan tata kelola dan kepemimpinan di dinas teknis. Atau ada ego yang dikedepankan tanpa melihat jauh dampak yang dilahirkan. (Rama)