WAY KANAN (MDSnews)-Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana, menyetujui permohonan penghentian penuntutan berdasarkan Restorative Justice (RJ) yang diajukan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Way Kanan.
Kabar disetujuinya penghentian penuntutan melalui RJ oleh Kejaksaan Agung RI, disampaikan langsung oleh Kajari Way Kanan, Afrillianna Purba, Kamis (09/03/2023).
Kajari Way Kanan, Afrillianna didampingi Kasi Pidum Arliansyah Adam, dan JPU Dicky Destrienko menjelaskan, berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan RJ yakni, atas nama tersangka Hasan yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) KUHPidana tentang pengancaman.
Kajari Way Kanan, Afrillianna melalui Kasi Intel Pujiarto mengatakan, alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan RJ tersebut, diberikan oleh Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin karena tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, dan ancaman tindak pidana yang dilakukan tersangka tidak lebih dari 5 tahun.
Kemudian, lanjutnya, tersangka menyesali perbuatan yang telah dilakukan, dan berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya kembali, serta masyarakat merespon positif.
Menurut Pujiarto, tersangka juga memenuhi kerangka pikir RJ, dengan memperhatikan dan mempertimbangkan Pasal 4 huruf d, f, g Perja No: 15/2020 yaitu, kerugian atau akibat yang ditimbulkan tindak pidana telah dipulihkan dalam keadan semula, dan adanya perdamaian antara korban dan tersangka.
“Sebelumnya, telah dilaksanakan proses perdamaian. Tersangka telah meminta maaf, dan korban juga sudah memberikan permohonan maaf. Kemudian, keduanya juga sepakat untuk tidak melanjutkan perkara tersebut ke tahap persidangan,” tukasnya.
Pujiarto menambahkan, dalam perkara tersebut akan diterbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2), berdasarkan keadilan restoratif yang mengacu pada peraturan Jaksa Agung No: 15/2020, dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022, tentang pelaksanaan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (*)